makalah CSR


Image result for logo iain batusangkar

MAKALAH AKUNTANSI MANAJEMEN
Tentang:
“CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY”

Oleh Kelompok 4:
Devina Almira             1630402025
Retno Larasati             1630402096
Rezri Yalni                  1630402097
Sucita Ramadayani     1630402110
Wahyu Nurhidayat     1630402117
Wiga Afriani               1630402119

Dosen Pembimbing:
SRI ADELLA FITRI S.E, M.Si
MEGA RAHMI S.E,S.y,M.Si

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR
2018




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada saat banyak perusahaan semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan social dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi. Karena itu muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negative. Banyak perusahaan swasta banyak mengembangkan apa yang disebut Corporate Social Responsibility (CSR). Banyak peneliti yang menemukan terdapat hubungan positif antara tanggung jawab sosial peruahaan atau (Corporate Social Responsibility) dengan kinerja keuangan, walaupun dampaknya dalam jangka panjang.
Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost melainkan investasi perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan menunjukan kepedulian perusahaan terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada hanya sekedar kepentingan perusahaan saja. Tanggung jawab dari perusahan (Corporate Social Responsibility) merujuk pada semua hubungan yang terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua stake holder,termasuk didalamnya adalah pelanggan atau customers, pegawai, komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, supplier bahkan juga competitor.

B.     Rumusan Masalah
1.         Bagaimana Konsep CSR?
2.         Bagaimana Bentuk Perkembangan CSR?
3.         Kenapa CSR Itu Penting?
4.         Bagaimana Hubungan CSR dengan Kinerja Perusahaan?
5.         Bagaimana Hubungan CSR dengan Manajemen Laba?
6.         Apa Hubungannya CSR dengan Lingkungan Perseroan?
7.         Apa Hubungannya CSR dengan Citra Perusahaan?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responbility (CSR) adalah tanggung jawab perusahaan terhadap pemangku kepentingan (stakeholder), dan juga tanggung jawab perusahaan terhadap para pemegang saham (stakeholer).(https://repository.widyatama.ac.id)
Ditetapkan Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), maka CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan yang sebelumnya merupakan suatu hal yang bersifat sukarela akan berubah menjadi suatu hal yang wajib dilaksanakan. Para pengusaha beragumen bahwa CSR tidak boleh dipaksakan karena bersifat sukarela dan menjadi bagian dari strategi perusahaan. Mewajibkan perseroan menyisihkan dana CSR melanggar hak asasi manusia (HAM) dan merugikan kepentingan pemegang saham karena kan meningkatkan biaya (costs) dan menurunkan laba perseroan. Penurunan laba berdampak pada penurunan jumlah dividen yang diterima pemegang saham dan nilai ekuitas perusahaan. Tujuan jangka panjang perusahaan adalah mengoptimalkan nilai perusahaan.
Jensen (2001) menyatakan bahwa untuk memaksimumkan nilai perusahaan dalam jangka panjang (tidak hanya nilai ekuitas, tetapi juga semua klaim keuangan seperti utang, warrant, maupun saham preferen) manajer dituntut untuk membuat keputusan yang memperhitungkan kepentingan semua stakeholder, sehingga manajer akan dinilai kinerjanya berdasarkan kemampuan mencapai tujuan atau mampu mengimplementasikan strategi untuk mencapai tujuan ini. Penyatuan kepentingan pemegang saham, debtholders, dan manajemen yang merupakan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap tujuan perusahaan seringkali menimbulkan masalah-masalah (agency problems).Agency problems dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional).
Struktur modal dari sebuah perusahaan yang dapat mempengaruhi pengeluaran atas biaya CSR. Mengacu pada Jensen (1986) dan Zweibel (1996), menyatakan bahwa saat perusahaan mempunyai utang bunga yang tinggi, kemampuan manajemen untuk berinvestasi lebih pada program CSR adalah terbatas. Diamond (1991) dan Gilson (1990) menyatakan bahwa tingginya tingkat suku bunga utang juga mendorong kreditur untuk berperan aktif untuk mengawasi perusahaan (manajemen).
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian mengenai analisis pengaruh kepemilikan manajemen, institusi, dan leverage terhadap corporate social responsibility pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia,maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut (Rawi dan Muchlis, 2010) :
1.      Hasil analisis data menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemilikan manajemen terhadap corporate social responsibility, yaitu dengan nilai p-value sebesar 0.005 atau dibawah level of significance (α – 0.05) menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai kepemilikan saham yang lebih tinggi, maka lebih banyak melakukan aktivitas sosial dan lingkungan karena mereka menganggap masyarakat eksternal memperhatikan lingkungan akibat kegiatan operasi perusahaan.
2.      Hasil analisis data menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara kepemilikan institusi terhadap pengungkapan CRS, yaitu dengan tingkat p-Value sebesar 0.207 atau diatas level of significance (α = 0.05), yang berarti pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan tidak selalu luas. Hasil ini tidak mendukung teori stakeholder, bahwa stakeholder theory yang menyatakan bahwa stakeholder merupakan pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang dapat stakeholder merupakan pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang dapat stakeholder mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan.
3.      Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan regresi linear berganda variabel leverage tidak ada pengaruh yang signifikan antara leverage terhadap CSR, yaitu dengan nilai p-value 0.113 atau diatas level of siginificance (α = 0.05), yang berarti bahwa semakin tinggi leverage perusahaan, maka pengungkapan CSR akan semakin tinggi. ( Rahmawati, 2012 : 179 – 181)
CSR diarahkan baik ke dalam (internal) maupun keluar (eksternal) perusahaan. Tanggung jawab internal (Internal Responsibilities) diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas yang optimal dan pertumbuhan perusahaan, termasuk juga tanggung jawab yang diarahkan kepada karyawan terhadap kontribusi mereka kepada perusahaan berupa konpensasi yang adil dan dan peluang karir. Sedangkan tanggung jawab eksternal (Eksternal Responbility) berkaitan dengan peran serta perusahaan sebagai penyebar pajak dan penyedia lapangan kerja. (https://repository.widyatama.ac.id)
B.     Perkembangan Corporate Social Responsibility
Perkembangan dunia usaha yang semkain pesat diikuti dengan berbagai peraturan yang harus ditaati oleh perusahaan salah satunya adalah CSR (Tanggung jawab sosial) yang harus diungkapkan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya selama satu periode. Perkembangan CSR untuk konteks indonesia (terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan CSR untuk kategori discretionary responsibilities) dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda.
Pertama, pelaksaaan CSR memang merupakan praktik bisnis secara sukarela (discretionary business practice) artinya pelaksaaan CSR lebih banyak berasal dari inisiatif perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan perusahaan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di negaran Republik Indonesia.
Kedua, pelaksanaan CSR bukan lagi merupakan discretionary business practice, melainkan pelasanaannya sudah di atur oleh undang-undang (bersifat mandatory).
Undang-undang perseroan terbatas yang ditetapkan oleh pemerintah memberikan gambaran bahwa adanya dukungan pemerintah dalam penerapan CSR.
Undang-undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 pasal 74:
1.      Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2.      Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3.      Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dengan demikian tanggung jawab sosial dan lingkungan bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat pada umumnya. Hal ini dalam rangka mendukung terjalinnya hubungan perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. (http://e-journal.uajy.ac.id)
C.    Arti Pentingnya CSR
Berbagai macam faktor yang menjadi penyebab mengapa tanggung jawab sosial menjadi begitu penting dalam lingkup organisasi, diantaranya adalah (Sulistyaningtyas, 2006)  :
1.      Adanya arus globalisasi, yang memberikan gambaran tentang hilangnya garis pembatas diantara berbagai wilayah di dunia sehingga menhadirkan universalitas. Dengan demikian menjadi sangat mungkin perusahaan multinasional dapat berkembang dimana saja sebagai mata rantai globalisasi;
2.      Konsumen dan investor sebagai public primer organisasi profit membutuhkan gambaran mengenai tanggung jawab organisasi terhadap isu sosial dan lingkungannya;
3.      Sebagai bagian dalam etika berorganisasi, maka dibutuhkan tanggung jawab organisasi untuk dapat mengelola organisasi dengan baik (lebih layak dikenal dengan good corporate governance);
4.      Masyarakat pada beberapa negara menganggap bahwa organisasi sudah memenuhi standard etika berorganisasi, ketika organisasi tersebut peduli pada lingkungan dan masalah social;
5.      Tanggung jawab sosial setidaknya dapat mereduksi krisis yang berpotensi terjadi pada organisasi; 
6.      Tanggung jawab sosial dianggap dapat meningkatkan reputasi organisasi. 

CSR bukan saja upaya menunjukkan kepedulian sebuah organiasasi pada persoalan sosial dan lingkungan, namun juga dapat menjadi pendukung terwujudnya pembangunan yang berkesinambungan dengan menyeimbangan aspek ekonomi dan pembangunan sosial yang didukung dengan perlindungan lingkungan hidup. Dalam rangka merespon perubahan dan menciptakan hubungan kepercayaan, maka upaya yang kini dilaksanakan oleh organisasi (khususnya organisasi bisnis) adalah merancang dan mengembangkan serangkaian program yang mengarah pada bentuk tanggung jawab sosial.
Program ini menjadi parameter kepedulian organisasi dengan mengembangkan sayap sosial kepada publik. Kepedulian dan pengembangan sayap ini bukan dalam kerangka membagibagi “harta” sehingga dapat menyenangkan banyak pihak, tetapi lebih pada bagaimana memberdayakan masyarakat, agar bersamasama dengan organisasi dapat peduli terhadap ranah sosial. (http://ejournalunri.ac.id/JAB)
D.    Pengungkapan Sosial Perusahaan
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap maksyarakat secara keseluruhan (Sembiring, 2005). Pratiwi dan Djamhuri (2004) mengartikan pengungkapan sosial sebagai suatu pelaporan atau penyampaian informasi kepada stakeholder mengenai segala aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Menurut Hill et al. Dalam Nofandrilla (2008), CSR sudah selayaknya dipandang sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan menyalaraskan program CSR perusahaan tersebut dengan produk dan image perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh, perusahaan rokok bisa melakukan program kemitraan dengan para petani tembakau, perusahaan produsen susu bisa melakukan program kerjasama dengan para peternak sapi setempat dan lain sebagainya.
Berbagai penelitian yang terkait dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan keanekaragaman hasil. Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasan yang dilakukan akan semakin efektif. Namun berbeeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nofandrilla (2008) yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berkaitan dengan struktur kepemilikan, Machmud dan Djaman (2008) menyatakan bahwa kepemilikan asing dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Hasil analisis regresi parsial berhasil mendukung hipotesis alternatif pertama pada tingkat signifikasi 5% dan hipotesis alternatif kedua pada tingkat signifikasi 10%. Sedangkan hipotesis alternatif yang lainnya tidak didukung. Bukti bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap corporate social responsibility disclosure telah ditemukan dalam penelitian sebelumnya. ( Rahmawati, 2012 : 183-185 )
E.     Tema Pengungkapan Sosial
Kategori corporate social disclosures menurut william (1999) meliputi 5 (lima) tema antara lain : (1)Environtment; (2) Energy; (3) Human resources and management;  (4) Products and customers; and (5) community. Sedangkan Brammer et al (2005) pengukuran CSR dengan mempertimbangkan tiga parameter CSR yaitu : Employment, Environtment, dan Community.
Hackston dan Milne (1996) menyajikan bukti  emipiris yaitu ukuran perusahaan dan industri berhubungan dengan jumlah pengungkapan sedangkan profitabilitas tidak. Interaksi antara ukuran perusahaan dan industri menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang lebih kuat antara perusahaan dalam industri yang high-profile dibandingkan dengan industri yang low-profile. Preston (1977) dalam Hackston dan Milne (1996) mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktivitas ekonomi yang memodifikasi lingkungan, lebih mungkin mengungkapkan informasi mengenai dampak lingkungan dibandingkan industri yang lain.
Penelitian Suratno et al. (2006) menunjukkan bahwa environmental performance berpengaruh secara positif terhadap economic performance. Meskipun penelitian ini tidak langsung meneliti mengenai korelasi dari pengungkapan environmental terhadap kinerja ekonomi perusahaan, tetapi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa environmental performance berpengaruh positif terhadap environmental disclosures.
Mahoney dan Robert (2003) memberikan bukti empiris hubungan yang positif dan signifikan antara kinerja sosial dan lingkungan perusahaan dengan kinerja keuangan. Fauzi et al (2007) merupakan peneliti yang mengembangkan model slack resource theory dan good manajement theory dalam meneliti hubungan corporate social performance dan corporate Financial Performance dan menggunakan size perusahaan dan type perusahaan sebagai moderating variabel.
Brammer et al (2005) menginvestigasi hubungan antara corporate social performance dan financial performance yang diukur dengan stock return untuk perusahaan-perusahaan di UK. Environtment dan Employment berkorelasi neatif dan return, sedangkan community berkorelasi positif. Selanjutnya Flori et al (2007) memproxi kinerja keuangan perusahaan menggunakan harga pasar saham dengan variabel kontrol Debt/Equity Ratio, ROE dan Beta levered. Hasil empirisnya menunjukkan CSR parameter (environtment, employment, dan community) tidak signifikan mempengaruhi harga pasar saham.
Hasil penelitian ini mengeindikasikan bahwa :
1)      Isu mengenai CSR merupakan hal yang relatif baru di Indonesia dan kebanyakan investor memiliki persepsi yang rendah terhada hal tersebut;
2)       Kualitas pengungkapan CSR tidak mudah diukur; umumnya perusahaan melakukan pengungkapan CSR hanya sebagai bagian dari iklan dan menghindari untuk memberikan informasi yang relevan;
3)      CSRenvironment dan CRScommunity direspon positif oleh Investor;
4)      CSRemployment di respon negatif oleh investor karena pembelanjaan perusahaan dianggap mengakibatkan merusak nilai pemegang saham. (Rahmawati, 2012 : 187-191)

F.     CSR Dan Kinerja
CSR adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi dibidang hukum.
Grey et al. (1995) dalam yuliana dan Purnomosidhi (2008) mengemukakan beberapa teori yang melatarbelakangi perusahaan untuk melakukan pengungkapan sosial yaitu :
1.      Decision Usefulness Studies
Teori ini memasukkan para pengguna laporan akuntansi yang lain selain para investor kedalam kriteria dasar pengguna laporan akutansi sehingga suatu pelaporan akuntansi dapat berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi oleh semua unsur pengguna laporan tersebut.

2.      Economic Theory Studies
Studi ini berdasarkan pada economic agency theory. Teori tersebut membedakan antara pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan dan menyiratkan bahwa pengelola perusahaan harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas segala sumber daya yang dimiliki dan dikelolanya kepada pemilik perusahaan.
3.      Social and Political Studies
Sektor ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik, sosial, dan kerangka institusional tempat ekonomi berada. Studi sosial dan politik mencakup dua teori utama, yaitu stakeholder theory dan legitimacy theory.
Teori-teori lain yang mendukung praktik CSR yaitu teori kontrak sosial, teori tersebut menjelaskan bahwa perusahaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari suatu komunitas.
Gray  dkk, (2001) menyatakan pengungkapan sosial dan lingkungan dapat secara khusus terdiri dari informasi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, aspirasi, dan image publik yang berkaitan dengan lingungan, penggunaan karyawan, isu konsumen, energi, kesamaan peluang, perdagangan, yang adil, tata kelola perusahaan dan sejenisnya. (Rahmawati, 2012 : 192-194)

G.    CSR dan Manajemen Laba
Davidson III, Jiraporn, Kim dan Nemec (2004) telah menguji hubungan antara manajemen laba dan teori agensi. Mereka berpendapat bahwa pemisahan antara pemilik (prinsipal) dan pengendali (agen) pada perusahaan memunculkan asimetri informasi, yang memungkinkan agen melakukan tindakan oportunis karena mereka mempunyai kepentingan yang berbeda dengan prinsipal. Dalam konteks ini, manajemen laba dipandang sebagai sebuah biaya keagenan untuk mengawasi manajer yang yang berpeluang menjaga kepentingan pribadinya dengan cara mengeluarkan laporan keuangan yang tidak menyajikan gambaran ekonomi perusahaan yang sesungguhnya.
Meskipun demikian, dampak manajemen laba tidak hanya mempengaruhi pemilik perusahaan, tetapi juga mempunyai pengaruh yang kuat pada stakeholder lainnya. Stakeholder merupakan sekelompok orang yang mempunyai risiko sebagai akibat bentuk investasi mereka berupa modal, sumber daya manusia, atau sesuatu yang bernilai pada suatu perusahaan. (Clarkson, 1994).
Berdasarkan definisi tersebut, berarti bahwa tindakan manajemen seperti praktik manajemen laba akan menyesatkan stakeholder terhadap penilaian aset, transaksi, dan posisi keuangan, yang mempunyai konsekuensi yang serius terhadap pemegang saham, kreditor, karyawan, dan masyarakat secara keseluruhan (Zahra et al, 2005)
Ketika pemegang saham menduga bahwa manajer melaporkan laba manipulasian, maka perusahaan tempat manajer bekerja tersebut akan langsung kehilangan nilai dipasar modal (Dechow dan Sweeney, 1996).
Selanjutnya dapat, diprediksikan bahwa peringkat kredit obligasi perusahaan tersebut akan jatuh sehingga berdampak negatif terhadap kesejahteraan bondholder. Mereka meneliti hubungan manajemen laba dengan kos tenaga kerja, dan menemukan bahwa manajer mengurangi angka laba yang dilaporkan ketika melakukan negosiasi kontrak kerja dengan serikat pekerja. Dampak tindakan manajer tersebut dapat mengurangi kepercayaan terhadap integritas manajemen dan juga mengikis kepercayaaan pasar terhadap perusahaan, yang selanjutnya dapat membawa konsekuensi yang serius bagi masyarakat secara keseluruhan (Zahra et al, 2005)
Melalui aktivitas CSR, manajer mempunyai tujuan yang berbeda untuk mendapatkan laporan yang menyenangkan dari media, legitimasi dari komunitas lokal, regulasi yang memudahkan, dan berkurangnya kritikan dari investor dan pekerja. Pada waktu yang sama, beberapa aktivitas dapat mengurangi kemungkinan produk perusahaan diboikot, menghindari lobi yang melawan perusahaan. Esensinya adalah seorang manajer percaya bahwa dengan memuaskan kepentingan stakeholderdan merencanakan membuat citra positif terhadap perhatian dan kesadaran sosial dan lingkungan, maka dapat mengurangi kemungkinan diselidiki secara lebih teliti oleh stakeholder yang terpuaskan terhadap aksi manajemen labanya.

Beberapa penyalahgunaan manfaat aktivitas CSR membawa keraguan terhadap efisiensi penerapan kebijakan soaial yang ramah sebagai suatu mekanisme corporate govermance. Pandangan ini berbeda dari yang disediakan oleh teori stakeholder tradisional dengan menyarankan bahwa partisipasi stakeholder merupakan salah satu cara penting bagi manajemen untuk melakukan tindakan sebagai berikut :
1)      Memperkuat persepsi perusahaan terhadap legitimasi sosial
2)      Meningkatkan keterkaitan dewan direksi, dan
3)      Mengikat manajemen dengan suatu standar kinerja yang lebih tinggi. Semua faktor tersebut dapat membantu meningkatkan kinerja keuangan (Luoma dan Goodstein, 1999)

Argumen kedua yang membenarkan penggunaan CSR secara tidak tulus oleh manajer yang memanipulasi laba berkaitan dengan penerapan inisiatif perusahaan diri manajer. Dalam pandangan ini, ijin aktivis sosial dan tekanan kelompok merupakan strategi pertahanan diri yang sederhana untuk CEO yang mendapat tekanan dari pemegang saham yang kepentingannya akan rusak. Untuk itu, diduga bahwa ketika manajer bertindak untuk mengejar kepentingan pribadi dengan menyesatkan pihak stakeholder tentang nilai riil kekayaan perusahaan atau posisi keuangan, mereka mendapatkan ijin secara diam-diam dari stakeholder lainnya untuk memvalidasi beberapa praktik. Stakeholder dapat membujuk dengan menawarkan kepuasan kepentingan mereka yang spesifik dan kebijakan yang bertujuan untuk memperbaiki CSR perusahaan.
Oleh karena itu, diduga bahwa eksekutif dengan inentif untuk mengelola laba akan sangat proaktif dalam mereklamekan penyingkapan publik mereka melalui aktivitas CSR, terutama bagi perusahaan dengan pengawasan yang ketat. Sebaiknya, perusahaan dengan tingkat manajemen laba yang rendah mempunyai sedikit dorongan untuk mendapatkan tanggapan publik dengan mempromosikan aktivitas pertanggungjawaban sosial. (Rahmawati, 2012 : 194-198)

H.    Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan
1.         Laporan Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan
     Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah bagian dari laporan tahunan yang akan dipertanggung jawabkan oleh direksi di depan RUPS tahunan.
2.         Biaya Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan
     Berdasarkan undang-undang No. 40 Tahun 2007 pasal 74 ayat 2 menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan Wajib dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang besarnya ditentukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Perseroan wajib menyisihkan dana untuk keperluan pelaksanaan program sosial dan lingkungan yang telah dicanangkannya.
1.      Beban Usaha
ISAK 3 menjelaskan bahwa apabila biaya tanggung jawab sosial tidak bisa dikaitkan langsung dengan perolehan suatu aktiva, maka biaya tersebut harus dibebankan pada saat terjadinya dengan menggunakan dasar akrual.  Biaya sosial dan lingkungan tidak dibebankan pada saat dibayarkan, melainkan pada saat terdapat kewajiban konstruktif atau legal pada perseroan.
2.      Kapitalisasi
Ketentuan ISAK 3 yang mengharuskan kapitalisasi biaya sosial dan lingkungan mirip dengan FAS 143 tentang, ‘Accounting For Asset Retirements Obligations’. FAS 143 mengharuskan kapitalisasi nilai kini atau present value dari semua biaya yang akan dikeluarkan perusahaan untuk melakukan terminasi atas aktiva tetap pada masa yang akan datang. (Marisi P. Purba, 2008)

I.       Hubungan Antara Corporate Social Reponsibility (CSR) Dengan Citra Perusahaan
Selama ini yang menjadi tujuan suatu perusahaan didirikan adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan meningkatkan citra perusahaan yang akan menjamin pertumbuhan perusahaan secara berkelanjutan (sustainability) bila perusahaan memberi perhatian pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan sekitar. Masyarakat juga sudah pintar dalam menilai bagaimana kontribusi suatu perusahaan terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan sekitarnya.Selama ini, CSR di identikkan dengan sebarapa besar uang yang dikeluarkan oleh perusahaan.
CSR tidak hanya dilihat dari besarnya uang yang telah diberikan perusahaan, nilai intangible juga sangat penting terkait dengan sejauh mana perusahaan aktif dan proaktif dengan lingkungan. Berdasar pada hal tersebut saat ini beberapa perusahaan telah melaksanakan program CSR sebagai suatu komitmen dan tanggung jawab perusahaan dalam berkontribusi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup dan diharapkan memperoleh dukungan dari masyarakat luas dan berdampak positif terhadap citra perusahaan. (https://media.neliti.com).



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah kepedulian perusahaan terhadap kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada sekedar terhadap kepentingan perusahaan belaka. Dalam perkembangan etika bisnis yang lebih mutakhir, muncul gagasan yang lebih komprehensif mengenai lingkup tanggung jawab sosial perusahaan.
Indicator keberhasilan tanggung jawab social perusahaan terhadap masyarakat sendiri dilihat dari bagaimana masyarakat setempat merasakan manfaat dengan adanya kegiatan yang dilakukan perusahaan. Karena dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat dan memperhatikan limbah dari produk yang dihasilkan maka perusahaan tersebut telah menjalankan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat. Dengan begitu terjalin hubungan yang baik antara masyarakat setempat dengan perusahaan.

B.     Saran
Menurut kelompok kami setiap perusahaan perlu dan wajib untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Karena suatu perusahaan dapat berjalan lancar ketika mereka mau peduli dengan keadaan di sekitarnya dan tidak semata-mata hanya mementingkan kepentingan perusahaan saja misalnya mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menggunakan segala cara yang mengakibatkan pihak-pihak lain merasa dirugikan.



DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.uajy.ac.id/6377/3/EM214635.pdf (diakses pada hari Kamis, 28/03/2018, Pada Pukul 20.00)
https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JAB/article/download/910/903 (diakses pada hari Rabu, 28/03/2018, pada Pukul 17.00)
P. Purba, Marisi. 2008. Aspek Akuntansi Undang-Undang Perseroan Terbatas.Yogyakarta : Graha Ilmu. Edisi Pertama
Rahmawati. 2012. Teori Akuntansi Keuangan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Edisi Pertama
https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/4441/Bab%201.pdf (diakses pada hari Selasa, 27/03/2018, pada Pukul 16.00)


Komentar

  1. According to Stanford Medical, It is in fact the ONLY reason this country's women live 10 years more and weigh on average 19 kilos lighter than we do.

    (And really, it really has NOTHING to do with genetics or some hard exercise and really, EVERYTHING to do with "HOW" they are eating.)

    P.S, What I said is "HOW", not "what"...

    CLICK this link to discover if this short quiz can help you decipher your real weight loss potential

    BalasHapus
  2. Water Hack Burns 2lb of Fat OVERNIGHT

    At least 160000 women and men are hacking their diet with a easy and secret "water hack" to burn 2lbs each and every night while they sleep.

    It's effective and works all the time.

    Here's how you can do it yourself:

    1) Hold a drinking glass and fill it up half the way

    2) Then do this weight loss hack

    and be 2lbs lighter the very next day!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Just In Time

Makalah ABC VS FBC

makalah akuntansi manajemen (pembebanan biaya dan harga pokok produk dan jasa)