Makalah ABC VS FBC
MAKALAH AKUNTANSI MANAJEMEN
Tentang:
“ ACTIVITY BASED MANAGEMENT vs FUNCTIONAL BASED MANAGEMENT dan
ACTIVITY BASED COSTING vs FUNCTIONAL BASED COSTING”
Oleh Kelompok 4:
Devina Almira 1630402025
Sucita Ramadayani 1630402110
Wahyu Nurhidayat 1630402117
Wiga Afriani 1630402119
Dosen Pembimbing:
SRI
ADELLA FITRI S.E, M.Si
MEGA RAHMI,S.E,Sy.,M.Si
JURUSAN EKONOMI SYARIAH/AKUNTANSI
SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Akuntansi
manajemen secara terus menerus berkembang dan tanggap terhadap berbagai
perubahan dalam sektor pabrikasi dan jasa dalam dunia bisnis saat ini. Salah
satu tanggapan yang cukup signifikan adalah berupa pengembangan manajemen berdasarkan
aktifitas dan fungsional. Lingkungan ekonomi telah mensyaratkan pengembangan
praktik-praktik akuntansi manajemen yang inovatif dan relevan. Konsekuensinya,
sistem akuntansi manajemen berdasarkan aktivitas banyak dikembangkan dan
diimplementasikan oleh organisasi. Selain itu, fokus sistem akuntansi manajemen
telah diperluas agar memungkinkan para manajer melayani kebutuhan pelanggan
dengan lebih baik dan mengelola rantai nilai (value chain) perusahaan.
Pengidentifikasian
aktivitas dapat dibagi menjadi dua yaitu aktivitas yang bernilai tambah (value
added activity) dan aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value
added activity). Aktivitas yang tidak bernilai tambah adalah aktivitas
penambah nilai yang diperlukan namun tidak efisien dan masih dapat
disempurnakan. Biaya yang timbul dari aktivitas ini disebut biaya tak bernilai
tambah (non-value added cost) dan diharapkan biaya ini dapat
diminimalkan melalui pengelolaan aktivitas yang dilakukan. Metode untuk
mengelola aktivitas tersebut dinamakan manajemen berdasarkan aktivitas (activity-based
management). Dalam sistem
FBM penelusuran penggerak hanya menggunakan penggerak produksi (tingkat unit),
pengukuran konsumsi sangat berkorelasi dengan keluaran produksi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Activity Based Management (ABM) Vs Functional Based Management (FBM)
2.
Activity Based Costing (ABC) Vs Functional Based Costing (FBC)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jenis-Jenis
Sistem Akuntansi Manajemen
Sistem akuntansi manajemen dapat
diklasifikasikan secara umum sebagai sitem berdasarkan fungsi dan sistem
berdasarkan aktivitas, Pendekatan berdasarkan fungsi dan aktivitas dapat ditemukan
dalam praktik nyata. Sistem akuntansi manajemen berdasarkan fungsi (functional based management – FBM)
telah dikenal dari tahun 1900-an dan masih digunakan secara luas dalam sektor
manufaktur dan jasa.
Sistem akuntansi manajemen berdasarkan
aktivitas (activty based management –
ABM) merupakan sistem yang lebih baru (dikembangkan dalam tiga dekade
terakhir). Sistem manajemen biaya berdasarkan aktivitas juga digunakan secara
luas dan pemanfaatannya semakin tinggi, khususnya di antara
organisasi-organisasi yang memiliki beragam produk dan pelanggan, produk yang
lebih rumit, siklus waktu produk yang lebih pendek, peningkatan persyaratan
kualitas, dan tekanan persaingan yang ketat. Contoh sistem berdasarkan
aktivitas ditemukan dalam industri medis (seperti rumah sakit dan laboratorium
medis), industri keuangan (seperti bank dan bursa saham), industri transportasi
(seperti penerbangan dan kereta api), dan dalam semua jenis manufaktur (seperti
perusahaan elektronik dan mobil). (Mowen, 2009,
hal. 62)
B.
Activity
Based Costing (ABC)
ABC telah dikembangkan
pada organisasi sebagai suatu solusi untuk masalah-masalah yang tidak dapat
diselesaikan dengan baik oleh sistem biaya tradisional, yakni untuk
mengeliminasi permasalahan utama ari distorsi biaya yang disebabkan karena
pembebanan biaya tetap dan variabel hanya berdasarkan volume produk. ABC
konsepnya masih terus berkembang, sehingga ada berbagai definisi dan konsep
yang menjelaskan tentang ABC itu sendiri. (Binawati, 2011, hal. 46)
Ativitas
ditentukan dengan menganalisis proses bisnis atau rantai nilai. Logika
perhitungan harga pokok produk berbasis aktivitas adalah bahwa untu
menghasilkan produk diperlukan aktivitas, untuk melaksanakan aktivitas
diperlukan sumber daya, dan setiap sumber daya memiliki biaya. Oleh karena itu,
biaya sumber daya dibebankan pertama kali pada aktivitas, dan biaya aktivitas
selanjutnya dibebankan pada produk.
Aktivitas
merupakan fokus utama manajemen. Dalam manajemen biaya kontemporer,
aktivitaslah yang dikelola, bukan biaya, yaitu dengan cara mengidentifikasi
aktivitas bernilai tambah dan aktivitas tidak bernilai tambah. Selanjutnya,
aktivitas tidak bernilai tambah diupayakan untuk dihilangkan. Jika aktivitasnya
hilang, maka secara otomatis biaya yang berhubungan dengan aktivitas tersebut
juga hilang. Informasi biaya aktivitas ini dihasilkan oleh sistem perhitungan
harga pokok prduk berbasis aktivitas. (Riwayadi, 2014, hal. 34)
ABC adalah pendekatan penentuan biaya
produk yang membebankan biaya ke produk atau jasa bedasarkan konsumsi sumber
daya yang disebabkan karena aktivitas. Dasar pemikiran pendekatan penentuan
biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan dilakukan oleh ativitas dan
aktivitas yang dibutuhkan tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan
timbulnya biaya. Sumber daya dibebankan ke aktivitas, kemudian aktivitas
dibebankan ke objek biaya berdasarkan penggunaannya. ABC memperkenalkan
hubungan sebab akibat antara ‘cost driver’ dengan aktivitas.
Dengan
ABC, Biaya Overhead pabrik dibebankan ke objek biaya seperti produk atau jasa
dengan mengidentifikasikan sumber daya, aktivitas dan biayanya serta kuantitas aktivitas
dan sumber daya yang dibutuhkanuntuk memproduksi output. Cost driver digunakan
untuk menghitung biaya sumber daya dari setiap unit aktivitas. Kemudian setiap
biaya sumber daya dibebankan ke produk atau jasa dengan mengalikan biaya setiap
aktivitas dengan kuantitas setiap aktivitas yang dikonsumsi pada periode
tertentu.
‘Activity Based
Costing’ merupakan sistem yang mempertahankan
dan memproses data keuangan dan operasional dari sumber daya perusahaan
berdasarkan aktivitas, objek biaya, cost driver dan ukuran kinerja aktivitas.
ABC juga membebankan biaya ke aktivitas dan objek biaya. (Blocher, 2000, hal. 120-121)
ABC adalah metodologi
akuntansi yang menghubungkan elemen-elemen berikut ini :
a. Biaya
(Costs). Biaya diklasifikasikan sebagai :
1) Biaya
produk, yakni biaya yang berkaitan dengan proses manufaktur produk.
2) Biaya
periode.
Biaya produk kemudian
diklasidikasikan lebih lanjut menjadi Biaya langsung (Traceable Product Costs) dan Biaya tidak langsung (Indirect Product Costs) yang
kemudian dialokasikan berdasarkan dasar
tertentu, misalnya jam kerja.
b. Aktivitas.
Aktivitas adalah suatu kelompok kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi
atau suatu proses kerja, misalnya kegiatan memproses tagihan.
c. Sumber
Daya (Resources). Yang dimaksud disini adalah pengeluaran (Expenditures)
organisasi seperti gaji, utilitas, depresiasi, dsb.
d. Objek
biaya (Costs Object). Secara sederhana objek biaya dapat diartikan sebagai
alasan mengapa perhitungan harga pokok harus dilakukan.
Dari uraian diatas
dapat ditarik kesimpulan antara lain :
a. ABC
adalah suatu proses identifikasi aktivitas yang menyebabkan biaya dan
menentukan costs driver setiap aktivitas untuk setiap produk dan jasa yang
berbeda.
b. ABC
adalah salah satu upaya meningkatkan akurasi informasi biaya dari sistem
akuntansi biaya konvensional, dimana ABC berusaha meminimalkan fenomena peanut-butter
costing.
c. Penerapan
Metode ABC dimulai dengan identifikasi secara mendetail mengenai aktivitas
(transaksi) yang dibutuhkan untuk memproduksi barang atau jasa, melalui 3
tahapan sebagai berikut :
1) Identifikasi
activity driver, yakni aktivitas atau transaksi yang menyebabkan
timbulnya biaya.
2) Kaitkan
biaya yang timbul dengan setiap aktivitas (cost driver)
3) Jumlahkan
seluruh biaya aktivitas pada point 2diatas. (Witjaksono,
2013, hal. 236-237)
Tahapan-tahapan Dalam Activity-Based
Costing
Di dalam traditional-based costing (TBC),
pembebanan biaya overhead pabrik (BOP) melibatkan dua tahap. Pertama, biaya
overhead pabrik dibebankan ke unit organisasi, bisa pabrik atau departemen.
Kedua, biaya overhead pabrik kemudian dibebankan ke produk.
Sebaliknya, sistem biaya ABC menekankan
pada penelusuran langsung dan penelusuran penggerak yang menekankan hubungan
sebab-akibat, sedangkan sistem biaya tradisional cenderung mengabaikan hubungan
sebab-akibat. Disini terdapat istilah penggerak (driver) dan penggerak
biaya (cost driver). Ada lima tahapan perhitungan biaya berdasarkan
sistem ABC, yaitu:
1. Mengidentifikasi
dan menentukan aktivitas-aktivitas dan pool biaya aktivitas (activity-cost
pool).
2. Jika
memungkinkan, biaya ditelusuri secara langsung ke aktivitas dan objek biaya (cost
object).
3. Membebankan
biaya ke pool biaya aktivitas (activity-cost pool).
4. Menghitung
tarif aktivitas (activity rate)
5. Membebankan
biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas (activity rate)
dan ukuran-ukuran aktivitas (activity measures).
Untuk lebih memperjelas pemahaman,
maka akan di uraikan satu per satu tahapan-tahapan implementasi ABC.
Langkah
1: Mengidentifikasi dan mendefinisikan aktivitas dan pool biaya aktivitas.
Tahapan pertama implementasi sistem ABC
adalah mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang akan membentuk dasar sistem
ini. Ini bisa merupakan langkah yang sulit, memakan waktu, dan melibatkan
banyak pertimbangan. Prosedur umum adalah tim ditugaskan melakukan wawancara
dengan orang-orang yang bekerja di bagian atau departemen overhead dan
memintanya untuk menggambarkan kegiatan utama mereka. Dari sini akan didapatkan
daftar deretan aktivitas yang sangat panjang.
Dalam tahap pertama, yang
menggabungkan aktivitas ke dalam sistem ABC ini, prinsip yang penting dan harus
dipegang adalah aktivitas harus dikelompokkan bersama-sama pada tingkat atau
level yang cocok. Aktivitas level batch tidak dikombinasikan dengan aktivitas
tingkat unit, atau aktivitas level produk dengan aktivitas level batch, dan
sebagainya. Jadi tahap ini menggabungkan aktivitas-aktivitas yang sangat
berkorelasi satu sama lain dalam satu level atau tingkat.
Ukuran aktivitas
(activity measure) adalah basis alokasi dalam sistem biaya berdasarkan
aktivitas (ABC). Istilah penggerak biaya (cost driver) juga digunakan
untuk menunjuk ke ukuran aktivitas.
Tiga jenis pool biaya aktivitas,
yaitu desain produk (product design), ukuran pesanan (order size),
dan relasi pelanggan (customer relation).
1.
Desain produk
(product design). Pool biaya desain produk
mengakumulasikan semua biaya sumber daya yang dikonsumsi untuk merancang
produk. Ukuran aktivitas pool biaya ini adalah jumlah produk yang dirancang.
Aktivitas desain produk adalah aktivitas tingkat produk, karena jumlah
pekerjaan desain pada produk baru tidak tergantung pada jumlah unit yang
dipesan atau jumlah batch yang dijalankan.
2.
Ukuran pesanan
(order size). Pool biaya ukuran pesanan mengakumulasikan semua biaya
sumber daya yang dikonsumsi sari jumlah unit yang diproduksi, termasuk biaya
pabrikasi lain-lain, biaya untuk menjalankan mesin, dan penyusutan beberapa
peralatan. Aktivitas ukuran pesanan adalah aktivitas tingkat unit karena setiap
unit membutuhkan beberapa sumber daya ini. Ukuran aktivitas untuk jenis pool
biaya ini adalah jam mesin.
3.
Relasi pelanggan
(customer relation). Pool biaya relasi/hubungan pelanggan
mengakumulasikan semua biaya yang terkait dengan mempertahankan hubungan dengan
pelanggan, termasuk biaya panggilan penjualan, iklan atau promosi pelanggan,
dan biaya entertaint pelanggan. Ukuran aktivitas untuk pool biaya ini
adalah jumlah pelanggan. Perusahaan memiliki daftar pelanggan aktif. Pool biaya
hubungan pelanggan merepresentasikan aktivitas level pelanggan.
Langkah 2: Jika memungkinkan, biaya ditelusuri
secara langsung ke aktivitas dan objek biaya (cost object)
Langkah
kedua dalam implementasi sistem ABC adalah menelusuri secara langsung sebagian
besar biaya overhead pabrik ke obyek biaya. Ada terdapat tiga objek biaya,
yaitu produk, pesanan pelanggan, dan pelanggan.
Langkah 3: Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas
(activity-cost pool)
Pada
tahap ketiga ini, sebagian besar biaya overhead diklasifikasikan di buku besar
perusahaan sesuai dengan departemen terjadinya biaya overhead tersebut. Sebagai
contoh, biaya gaji, bahan habis pakai, sewa, dan biaya lainnya yang dikeluarkan
oleh departemen pemasaran dibebankan ke departemen tersebut.
Langkah 4: Menghitung tarif aktivitas (activity
rate)
Pada
langkah keempat ini akan menghitung tarif tiap-tiap pool biaya aktivitas. Tarif
aktivitas tersebut digunakan untuk membebankan biaya overhead pabrik ke produk
pelanggan. Misalnya total biaya aktivitas pesanan pelanggan sebesar Rp
315.000.000 dibagi dengan 1.000 jumlah pesanan pelanggan untuk menghasilkan
tarif sebesar Rp 315.000 per pesanan. Demikian pula untuk aktivitas desain
produk. Tarif aktivitas desain produk dihitung sebesar Rp 1.285.000 per desain
dihasilkan dari total biaya aktivitas sebesar Rp 257.000.000 dibagi dengan
total desain sebanyak 200.
Langkah 5: Membebankan biaya ke objek biaya dengan
menggunakan tarif aktivitas (activity rate) dan ukuran-ukuran aktivitas
(activity measures)
Langkah
kelima dalam implementasi ABC disebut dengan alokasi tahap kedua. Dalam
alokasi tahap kedua ini, tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke
produk dan pelanggan. Sistem ABC dapat digunakan untuk membebankan biaya
aktivitas ke produk, pesanan pelanggan, dan pelanggan. Biaya bahan langsung dan
biaya tenaga kerja langsung adalah sama antara sistem akuntansi biaya
tradisional dan sistem ABC. Namun, dua sistem ini sangat berbeda dalam
menangani biaya overhead. (Salman, 2016,
hal. 83-90)
Kekurangan ABC
ABC menghasilkan angka, seperti margin
produk, yang berbeda dengan angka yang dihasilkan oleh sistem perhitungan biaya
tradisional. Tetapi manajer terbiasa menggunakan sistem perhitungan biaya
tradisional untuk menjalankan operasinya dan sistem perhitungan biaya
tradisional sering digunakan dalam evaluasi kinerja. Intinya ABC mengubah
aturan main. Perubahan dalam organisasi, khususnya yang mengubah aturan main,
cenderung mendapat perlawanan dari karyawan. Sistem ini menekankan pentingnya
dukungan dari manajemen tingkat atas dan partisipasi penuh dari manajer lini,
juga staf akuntan, dalam segala inisiatif ABC, jika ABC dianggap sebagai
inisiatif akuntansi yang tidak mendapat dukungan penuh dari manajemen tingkat
atas, maka akan menemui kegagalan.
Dalam praktiknya, kebanyakan manajer bertahan untuk mengalokasikan
secara penuh semua biaya terhadap produk, pelanggan, dan objek biaya lainnya
dalam ABC, termasuk biaya kapasitas tak terpakai dan biaya pemeliharaan
organisasi. Hal ini mengakibatkan biaya terlalu tinggi dan margin yang terlalu
rendah dan kesalahan dalam penentuan harga dan keputusan penting lainnya.
Data
ABC dapat dengan mudah disalahartikan dan harus digunakan dengan hati-hati
ketika mengambil keputusan. Biaya yang dibebankan kepada produk, pelanggan, dan
objek biaya lainnya hanya dilakukan bila secara potensial relevan. Sebelum
membuat keputusan yang signifikan dengan menggunakan data ABC, manajer harus
mengidentifikasikan biaya mana yang betul-betul relevan dengan keputusan saat
itu. (Ray H.
Garrison, 2006, hal. 472)
C. Activity
Based Management (ABM)
Permintaan informasi akuntansi manajemen
yang lebih akurat dan relevan telah mengarah pada perkembangan manajemen
berdasarkan aktivitas. Manajemen berdasarka aktivitas (activity-based management)
adalah suatu pendekatan yang terintegrasi di seluruh sistem yang memfokuskan
perhatian manajemen pada berbagai aktivitas yang bertujuan meningkatkan nilai
bagi pelanggan dan laba yang dihasilkan. Manajemen berdasarkan aktivitas menekankan
pada perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity-based costing-ABC)
dan analisis nilai proses. Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas dapat
meningkatkan keakuratan pengalokasian biaya, yaitu pertama-tama dengan
menelusuri biaya berbagai aktivitas, kemudian produk atau pelanggan yang
menggunakan berbagai aktivitas tersebut. Analisis nilai proses menekankan pada
analisis aktivitas, yaitu mencoba untuk menetapkan mengapa aktivitas dilakukan
dan seberapa baik aktivitas dilakukan. Hal itu bertujuan menemukan cara melakukan
aktivitas yang diperlukan secara lebih efisien dan menghapus aktivitas yang
tidak memberikan nilai bagi pelanggan. (Mowen, 2009, hal. 13)
Manajemen berdasarkan aktivitas (activity-based
managemet-ABM) adalah pendekatan untuk
keseluruhan sistem yang terintegrasi dan berfokus pada perhatian manajemen atas
berbagai aktivitas dengan tujuan meningkatkan nilai bagi pelanggan dan laba
yang dicapai dengan mewujudkan nilai ini. ABC adalah sumber utama informasi
manajemen berdasarkan aktivitas. Jadi, model manajemen berdasarkan aktivitas
memiliki dua dimensi: dimensi biaya dan dimensi proses. Dimensi biaya
memberikan informasi biaya mengenai berbagai sumber daya, aktivitas, dan objek
biaya yang menjadi perhatian, seperti produk, pelanggan, pemasok, dan saluran
distribusi. Tujuan dimensi biaya adalah memperbaiki akurasi pembebanan biaya.
Seperti yang disarankan model tersebut, biaya berbagai sumber daya ditelusuri
ke berbagai aktivitas, kemudian biaya berbagai aktivitas tersebut dibebankan
pada objek biaya. Dimensi perhitungan biaya berdasarkan aktivitas ini berguna
untuk perhitungan harga pokok produksi, manajemen biaya strategis, dan analisis
taktis. Dimensi kedua, dimensi proses, memberikan informasi mengenai aktivitas
apa saja yang dilakukan, mengapa harus dilakukan, dan seberapa baik
aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan. Tujuan dimensi ini adalah mengurangi
biaya. Dimensi inilah yang memberi kemampuan untuk melakukan dan mengukur
perbaikan berkelanjutan.
Mengimplementasikan ABM
Manajemen berdasarkan aktivitas
(ABM) adalah sistem yang lebih komprehensif daripada sistem ABC. ABM
menambahkan pandangan proses pada pandangan biaya dalan ABC. ABM melibatkan ABC
dan menggunakannya sebagai sumber informasi utama. ABM dapat dipandang sebagai
sistem informasi yang bertujuan memperbaiki pengambilan keputusan dengan
menginformasikan biaya yang akurat dan mengurangi biaya dengan mendorong serta
mendukung berbagai usaha perbaikan berkelanjutan. Tujuan pertama adalah domain
dari ABC, sedangkan tujuan kedua merupakan bagian dari analisis nilai proses.
Tujuan kedua membutuhkan data yang lebih terperinci dari tujuan ABC dalam
memperbaiki keakuratan pembebanan biaya. Jika sebuah perusahaan ingin
menggunakan ABC dan analisis nilai proses (process value analysis-PVA),
maka pendekatan untuk implementasinya haruslah dibentuk secara hati-hati.
Contohnya, jika ABC menciptakan berbagai kelompok biaya agregat berdasarkan
teknik homogenitas atau perkiraan, banyak informasi aktivitas detail yang
mungkin tidak dibutuhkan. Akan tetapi, untuk PVA, berbagai perincian ini hrus
dapat. Jadi, jelas bahwa cara implementasi ABM adalah pembagian utama. (Mowen, 2009,
hal. 224-226)
Penyebab Kegagalan Implementasi
ABM
Sebagai sistem, ABM bisa saja gagal
karena berbagai alasan. Salah satu alasannya adalah kurangnya dukungan dari
manajemen tingkat atas. Dukungan ini tidak hanya harus didapatkan sebelum
melakukan proyek implementasi, tetapi juga harus dipertahankan. Hilangnya dukungan
bisa terjadi jika implementasi membutuhkan waktu yang terlalu lama atau hasil
yang diharapkan tidak tampak nyata. Hasil yang didapat mungkin tidak seperti
yang diharapkan karena para manajer operasional dan penjualan tidak ahli
menggunakan informasi aktivitas yang baru. Jadi, kegiatan pelatihan dan
pendidikan harus banyak dilakukan. Keuntungan dari data yang baru perlu
dikomunikasikan secara hati-hati dan para manajer harus diajarkan cara
menggunkan berbagai data ini dalam rangka peningkatan efisiensi serta
produktivitas. Penolakan untuk berubah bisa terjadi; para manajer yang menerima
informasi baru dengan sikap skeptis merupakan hal biasa.
Kegagalan dalam megintegrasikan
sistem baru tersebut adalah alasan utama lain dari kegagalan sistem ABM.
Probabilitas dari keberhasilan meningkat jika sistem ABM tidak bersaing dengan
berbagai program perbaikan lain atau sistem akuntansi resmi lainnya.
Mengkomunikasikan konsep bahwa ABM melengkapi dan meningkatkan berbagai program
perbaikan lainnya merupakan hal penting. Selain itu, mengintegrasikan ABM ke
poin dimana hasil perhitungan biaya aktivitas tidak bersaing langsung dengan
angka akuntansi tradisional juga merupakan hal penting. Para manajer cenderung
terus menggunakan angka akuntansi tradisional bersama dengan data baru
tersebut. (Mowen, 2009,
hal. 228-229)
Manajemen berdasarkan aktivitas
(ABM) adalah penggunaan informasi yang diperoleh dari ABC untuk membuat
perbaikan dalam suatu perusahaan. Lebih dari membuat keputusan yang lebih baik
sebagaimana didiskusikan dalam bagian sebelumnya, informasi ABC dapat membantu
manajemen memposisikan perusahaan guna mengambil keuntungan yang lebih baik
atas kekuatan perusahaan.
Dalam
satu fasilitas tunggal, informasi ABC dapat menunjukkan inefisiensi dari
produksi pesanan khusus untuk produk khusus pada peralatan yang didesain untuk
produksi dalam jangka panjang. Manajer mungkin telah mengetahui sebelumnya
bahwa tidak terlalu efisien untuk memproduksi satu batch yang terdiri atas dua
unit dalam pabrik yang didesain untuk batch-batch besar. Tetapi ABC dapat
menunjukkan seberapa mahal hal tersebut, dan hasilnya sering kali mengejutkan.
Area
kedua untuk perbaikan dalam suatu perusahaan yang melibatkan apa yang
diungkapkan oleh ABC mengenai proses yang digunakan untuk memproduksi barang
dan jasa. Penerapan ABC memerlukan informasi yang tidak dibutuhkan maupun
disediakan oleh akuntansi tradisional. Pertama-tama, adalah perlu untuk mengukur
setiap tempat penampungan iaya aktivitas, yaitu total biaya untuk setiap
aktivitas signifikan yang dilakukan. Kedua pemicu aktivitas terbaik harus
dipilih untuk mengalokasikan setiap tempat penampungan biaya aktivitas.
Terakhir, tarif pemicu untuk setiap aktivitas harus dihitung dengan cara
membagi total biaya dari setiap penampungan biaya dengan total pemicu
aktivitasnya.
Secara
umum, ada 4 cara dimana aktivitas dapat dikelola guna mencapai perbaikan dalam
suatu proses :
1. Pengurangan
aktivitas, mengurangi waktu atau usaha yang diperlukan untuk melakukan
aktivitas tersebut.
2. Penghilangan
aktivitas, menghilangkan aktivtas tersebut secara keseluruhan.
3. Pemilihan
aktivitas, memilih alternatif biaya yang berbiaya rendah dari sekelompok
alternatif desain.
4. Pembagian
aktivitas, membuat perubahan yang mengizinkan penggunaan aktvitas dengan produk
lain untuk mencapai skala ekonomis. (Carter, 2004, hal. 515-516)
D. Activity
Based Costing System (ABCS)
Secara
konvesional, sistem biaya digunakan untuk merealisasikan hubungan antara
pendapatan yang diperoleh dengan beban-beban untuk menghasilkan produk. Namun
ternyata sistem biaya ini telah gagal untuk mengejar perubahan besar dalam
proses produksi serta product mix perusahaan.
Activity based costing
systemstimbul sebagai akibat dari kebutuhan
manajemen akan informasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumberdaya
dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk. Kebutuhan akan informasi
biaya yang akurat tersebut disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Persaingan
global (global competition) yang dihadapi perusahaan manufaktur memaksa
manajemen untuk mencari berbagai alternatif pembuatan produk yang cost effective. Untuk dapat menghasilkan
produk dengan biaya efisien, manajemen harus mengidentifikasikan value added
activities dan non value added activities. Dengan demikian manajemen memerlukan
informasi biaya yang mencerminkan konsumsi sumberdaya dalam berbagai aktivitas
untuk menghasilkan produk.
b. Penggunaan
teknologi maju dalam pembuatan produk (advanced
manufacturing technology) menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam product costs menjadi dominan.
c. Untuk
dapat memenangkan persaingan dalam kompetisi global, perusahaan manufaktur
harus menerapkan market – driven
strategy. Untuk penerapan strategi ini, manajemen harus senantiasa
melakukan perbaikan berkelanjutan terhadap aktivitas-aktivitas yang digunakan
untuk membuat produk.
d. Market driven strategymenuntut
manajemen untuk inovatif. Dengan inovasi yang dilakukan, product life cyclemenjadi semakin pendek. Informasi tentang product life cyclesangat bermanfaat
sebagai dasar peluncuran produk baru dan penghentian produksi produk tertentu.
e. Pemanfaatan
teknologi komputer dalam pengolahan data akuntansi memungkinkan dilakukannya
pengolahan berbagai informasi biaya yang sangat bermanfaat dengan cukup akurat. (Sulastiningsih, 1987, hal. 22-23)
E.
Functional Based Management (FBM)
Sistem
akuntansi manajemen berdasarkan fungsi atau FBM telah dikenal dari tahun
1900-an da masih secara luas digunakan baik dalam sektor manufaktur maupun
jasa. Tinjauan biaya FBM dalam sistem akuntansi FBM, biaya-biaya sumber daya
dibebankan ke unit-unit fungsional da kemudian ke produk. Dalam pembebaban
biaya, digunakan penelusuran langsung dan penelusuran penggerak, akan tetapi
dalam sistem FBM penelusuran penggerak hanya menggunakan penggerak produksi
(tingkat unit), pengukuran konsumsi sangat berkorelasi dengan keluaran produksi.
Jadi, produk unit atau penggerak yang saling berkorelasi dengan unit yang di
produksi, seperti jam kerja dari tenaga kerja langsung, material langsung dan
jam kerja mesin adalah hanya penggerak yang di asumsikan penting.
Karena sistem
FBM hanya menggunakan penggerak yang berhubungan dengan sistem produksi untuk
membebani biaya, pendekatan pembebanan biaya ini dianggap sebagai pembebanan
biaya berdasarkan produksi atau fungsional (Functional Based Costing-FBC). Produksi atau penggerak tingkat unit dimana
FBC sering tergantung padanya adalah bukan satu-satunya penggerak yang
menjelaskan hubungan sebab akibat. Penggerak selain dari penggerak produksi
yang menggambarkan hubungan sebab akibat dianggap sebagai penggerak tingkat
non-unit.
Tujuan
pembiayaan produk dari pembiayaan berdasarkan fungsional dapat dipenuhi dengan
pembebanan biaya produksi untuk persediaan dan harga produksi untuk persediaan
dan harga pokok penjualan untuk tujuan pelaporan keuangan eksternal.
Dalam sistem
biaya tradisional, pemicu biaya yang digunakan hanya didasarkan atas dasar unit
saja atau disebut unit-level
activity drivers. Pemicu
aktivitas dasar unit merupakan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya
ketika jumlah unit yang dihasilkan berubah. Penggunaan pemicu biaya ini dalam
membebankan biaya overhead terhadap produk memberikan arti bahwa terjadinya
biaya overhead mempunyai korelasi yang sangat erat dengan jumlah
unit yang diproduksi.
Kesimpulannya
yaitu bahwa sistem FBM merupakan sistem yang dianggap dan dinilai lebih baik
daripada sistem tradisional yang dahulu digunakan. Perkembangan teknologi dan
pengetahuan menyebabkan semakin akuratnya sistem yang dimodifikasi oleh
praktisi dan akademisi. (Martusa, 2011, hal. 5)
F.
Functional Based Costing (FBC)
Functional
Based Costing dipandang sebagai sistem akuntansi biaya tradisional. Sejarah
perkembangannya biaya cenderung berkorelasi dengan perkembangan akuntansi
manajemen. Metode akuntansi biaya tradisional/ fungsional dirancang sekitar
tahun 1870-1920 dimana penggunaan tenaga kerja intensif (labor intensive), otomatisasi tidak berperan besar, variasi produk
terbatas dan biaya tidak langsung pabrik (overhead) dalam perusahaan umumnya sangat rendah. Sistem ini sejarahnya
berkembang berdasarkan pola konsumsi atas sumber daya produksi sekitar tahun
1400-1600, hingga disusunnya suatu struktur yang dikenal secara umum sebagai
harga pokok produksi (Cost
of Goods Manufactured). Realitas tersebut menunjukkan bahwa fungsi costing lebih mendapat perhatian utama akuntansi biaya
daripada peran perencanaan dan pengendalian (planning and controlling) dan pengambilan keputusan (decision making).
Secara
definisi FBC adalah suatu teknik perhitungan harga pokok produksi (HPP) yang
dalam penelusuran biaya overheadnya hanya menggunakan pemicu aktivitas berbasis
unit atau volume keluaran yang diproduksi (unit-based activity driver) dalam perhitungan harga pokoknya. Kriteria yang
paling utama tentunya adalah acuan terhadap volume dan unit fungsional dalam
perhitungan overhead, sehingga struktur ini disebut sistem costing berbasis fungsional. Hal ini tercermin melalui
kelompok-kelompok di tiap departemen, bersifat heterogen, biaya ini muncul dari
beragam proses dan umumnya tidak disebabkan oleh satu pemicu. Selanjutnya,
karena basis volume dianggap penting, sistem ini mengasumsikan bahwa seluruh
biaya dapat diklasifikasikan sebagai tetap atau variabel. Terakhir, metode ini
tidak mampu untuk menelusuri seluruh biaya overhead ke objek-objek biaya dengan
prinsip kausalitas yang akurat dan handal. Sehingga alokasi berbasis unit
produksi dijadikan dasar sebagai pendekatan dalam menghitung pemicu biaya yang
dibebankan ke produk. Pemicu biaya seperti jam kerja mesin dan jam kerja buruh
yang sangat berkaitan dengan volume unit dalam perspektif fungsional dipandang
penting dalam aktifitas costing. Semakin besar jam kerja mesin atau buruh yang
digunakan, maka meningkat pula biaya overhead yang dialokasikan ke HPP. Oleh
karena itu, FBC dikatakan berorientasi pada alokasi (allocation oriented).
Sejalan
dengan berkembangnya kompleksitas dan pola pabrikasi produk, sejumlah tantangan
muncul terhadap FBC antara lain dengan perubahan paradigma mengemukanya unsur
manajemen dalam akuntansi, faktor komposisi dalam proses costing, pergeseran peran akuntansi pertanggungjawaban,
dan penekanan pada perspektif proses bisnis lintas fungsional. (Richie, 2006, hal. 56-58).
G.
Sistem
Akuntansi FBM Versus ABM
Kedua model memiliki dua dimensi.
Dimensi vertikal dari model ini menggambarkan bagaimana biaya dibebankan pada
objek biaya, seperti produk dan pelanggan, sedangkan dimensi horizontal
memperhatikan bagaimana sistem mencoba memperbaiki efisiensi operasional dan
mengendalikan biaya. Elemen utama dari model ABM adalah aktivitas.
Fungsi-fungsi biasanya dikelompokkan dalam unit-unit organisasional seperti
departemen dan pabrik (contohnya : teknik, pengendalian kualitas, dan perakitan
adalah fungsi-fungsi yang diatur dalam departemen). Aktivitas-aktivitas dengan
tujuan umum dikelompokkan bersama dalam satu bentuk proses. Perbandingan tiap
dimensi akan memberikan pandangan mendalam yang signifikan atas perbedaan kedua
model akuntansi manajemen tersebut.
Tinjauan Biaya FBM. Dalam
sistem akuntansi FBM, biaya-biaya sumber daya dibebankan pada unit-unit yang
berfungsi, kemudian pada produk. Dalam pembebanan biaya, penelusuran langsung
dan penelusuran penggerak digunakan. Namun, penelusuran penggerak dalam sistem
FBM hanya menggunakan penggerak produksi
(tingkat unit) yang merupakan pengukuran konsumsi yang sangat berkorelasi
dengan keluaran produksi. Jadi, unit-unit produk atau penggerak yang sangat
berkorelasi dengan unit-unit yang diproduksi, seperti jam kerja dari tenaga
kerja langsung, bahan langsung dan jam kerja mesin adalah hanya penggerak yang
diasumsikan penting. Karena sistem FBM hanya menggunakan penggerak yang
berhubungan dengan fungsi produksi untuk membebani biaya, pendekatan pembebanan
biaya ini dianggap sebagai perhitungan biaya berdasarkan produksi atau fungsi (functional
based costing-FBC).
Tinjauan Biaya ABM.
Dalam perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing-ABC),
biaya ditelusuri hingga aktivitas, kemudian produk. Sebagaimana perhitungan
biaya berdasarkan fungsi, penelusuran langsung dan penelusuran penggerak
digunakan. Namun, peranan penelusuran penggerak secara signifikan diperluas
dengan mengidentifikasi dan menggunakan penggerak yang tidak berhubungan dengan
volume produk yang diproduksi (penggerak berdasarkan non-unit). Jadi,
pembebanan biaya berdasarkan aktivitas menekankan pada penelusuran alokasi,
bahkan, bisa disebut sebagai penelusuran yang intensif.
Tinjauan Efisiensi Operasional FBM.
Penyediaan informasi untuk perencanaan dan pengendalian adalah tujuan lain dari
akuntansi manajemen. Pendekatan manajemen berdasarkan fungsi untuk pengendalian
membebankan biaya pada unit organisasional, kemudian menuntut tanggung jawab
manajer unit organisasional untuk mengendalikan biaya yang dibebankan.
Tinjauan Efisiensi Operasional ABM.
Secara signifikan, subsistem pengendalian berdasarkan aktivitas berbeda dengan
sistem berdasarka fungsi. Penekanan berdasrkan fungsi adalah pada pengelolaan
biaya. Akan tetapi, muncul persetujuan bahwa aktivitas manajemen bukan biaya
adalah kunci sukses pengendalian. Pendekatan baru ini berfokus pada
akuntabilitas dari aktivitas daripada biaya, dan menekankan maksimalisasi
kinerja sistem secara luas daripada kinerja individu.
Tabel perbandingan karakteristik
sistem manajemen biaya berdasarkan fungsi dan aktivitas
Berdasarkan Fungsi
|
Berdasarkan Aktivitas
|
1. Penggerak
berdasarkan unit
|
1. Penggerak
berdasarkan unit dan non-unit
|
2. Intensif
dalam pengalokasian
|
2. Intensif
dalam penelusuran
|
3. Perhitungan
harga pokok produk secara sempit dan kaku
|
3. Perhitungan
harga pokok produk secara luas dan fleksibel
|
4. Berfokus
pada pengelolaan biaya
|
4. Berfokus
pada pengelolaan aktivitas
|
5. Informasi
aktivitas sedikit
|
5. Informasi
aktivitas terperinci
|
6. Maksimalisasi
kinerja unit individual
|
6. Maksimalisasi
kinerja seluruh sistem
|
7. Penggunaan
ukuran keuangan untuk kinerja
|
7. Penggunaan
ukuran keuangan dan non-keuangan untuk kinerja (Mowen, 2009, hal. 63-67)
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen
berdasarka aktivitas (activity-based management) adalah suatu pendekatan
yang terintegrasi di seluruh sistem yang memfokuskan perhatian manajemen pada
berbagai aktivitas yang bertujuan meningkatkan nilai bagi pelanggan dan laba
yang dihasilkan.
Activity Based Costing adalah
pendekatan penentuan biaya produk yang membebankan biaya ke produk atau jasa
bedasarkan konsumsi sumber daya yang disebabkan karena aktivitas. Dasar
pemikiran pendekatan penentuan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan
dilakukan oleh ativitas dan aktivitas yang dibutuhkan tersebut menggunakan
sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya.
Sistem functional
based management hanya
menggunakan penggerak yang berhubungan dengan sistem produksi untuk membebani
biaya, pendekatan pembebanan biaya ini dianggap sebagai pembebanan biaya
berdasarkan produksi atau fungsional (Functional Based Costing-FBC).
Functional Based
Costing adalah suatu
teknik perhitungan harga pokok produksi (HPP) yang dalam penelusuran biaya
overheadnya hanya menggunakan pemicu aktivitas berbasis unit atau volume
keluaran yang diproduksi (unit-based
activity driver) dalam
perhitungan harga pokoknya.
B.
Saran
Demikianlah
makalah ini pemakalah buat dengan sesungguhnya, untuk memenuhi tugas mata
kuliah akuntansi manajemen tentang Activity Based Management Vs Functional
Based Management dan Activity Based Costing Vs Functional Based Costing.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam menganalisis
biaya-biaya pada perusahaan. Pemakalah menyadari masih terdapat banyak
kekurangan pada makalah ini baik dari segi penulisan makalah, kelengkapan isi,
data yang disajikan, dan lainnya. Kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan dari para pembaca untuk penulisan makalah yang lebih baik lagi
kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Binawati, L. (2011). Penerapan Activity Based
Costing Untuk Meningkatkan Keakuratan Perhitungan Beban Pokok. Jurnal
Akuntansi & Keuangan , 46.
Blocher, E. J. (2000). Cost Management: A Strategic Emphasis.
Jakarta: Salemba Empat.
Carter, W. K. (2004). Akuntansi Biaya. Jakarta: Salemba Empat.
Martusa, R. (2011). Peranan Activity Based Costing System Dalam
Perhitungan Harga Pokok Produksi Kain Yang Sebenarnya Untuk Penetapan Harga
Jual. Jurnal Ilmiah Akuntansi , 5.
Mowen, D. R. (2009). Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.
Ray H. Garrison, E. W. (2006). Akuntansi Manajerial. Jakarta:
Salemba Empat.
Richie, H. (2006). Rekayasa Ulang Akuntansi Biaya: Sintesis Costing Basis
Fungsional dan Aktivitas. Jurnal Akuntansi dan Keuangan , 56-58.
Riwayadi. (2014). Akuntansi Biaya. Jakarta: Salemba Empat.
Salman, K. R. (2016). Akuntansi Manajemen. Jakarta: Indeks Jakarta.
Sulastiningsih. (1987). Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Unit Penerbit
dan Percetakan (UPP) AMP YKPN.
Witjaksono, A. (2013). Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Komentar
Posting Komentar