makalah balanced scorecard
MAKALAH AKUNTANSI MANAJEMEN
Tentang:
“BALANCED SCORECARD”
Devina
Almira 1630402025
Retno
Larasati 1630402096
Rezri
Yalni 1630402097
Sucita
Ramadayani 1630402110
Wahyu
Nurhidayat 1630402117
Wiga
Afriani 1630402119
Dosen Pembimbing:
SRI
ADELLA FITRI S.E, M.Si
JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dengan adanya
persaingan global, perusahaan dihadapkan pada penentuan strategi dalam
pengelolaan usahanya. Penentuan strategi akan dijadikan sebagai landasan dan
kerangka kerja untuk mewujudkan sasaran-sasaran kerja yang telah ditentukan
oleh manajemen. Oleh karena ini dibutuhkan suatu alat untuk mengukur kinerja
sehingga dapat diketahui sejauh mana strategi dan sasarn yang telah ditentukan
dapat tercapai. Penilaian kinerja memegang peranan penting dalam dunia usaha,
dikarenakan dengan dilakukannya penilaian kinerja dapat diketahui efektivitas
dari penetapan suatu strategi dan penerapannya dalam kurun waktu tertentu.
Penilaian kinerja dapat mendeteksi kelemahan atau kekurangan yang masih
terdapat dalam perusahaan, untuk selanjutnya dilakukan perbaikan dimasa
mendatang.
Balanced
Scorecard menggambarkan
adanya keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang,
antara ukuran keuangan dan nonkeuangan, antara indicator leading. Balanced
Scorecard cukup komprehensif untuk memotivasi eksekutif dalam mewujudkan
kinerja dalam keempat perspektif tersebut, agar keberhasilan keuangan yang
dihasilkan bersifat berkesinambungan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Konsep
Dasar Balanced Scorecard
2.
Sejarah
Perkembangan Balanced Scorecard
3.
Manfaat
dan Keunggulan Balanced Scorecard
4.
Evolusi
Pemikiran Balanced Scorecard
5.
Implementasi
Balanced Scorecard
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Dasar Balanced Scorecard
Konsep balanced
scorecard (BSC) dikembangkan dan diperkenalkan oleh Robert Kaplan dan David
Norton pada tahun 1992 untuk membantu akuntan manajemen memberikan lebih banyak
informasi tentang keberhasilan perusahaan dalam menerapkan strategi. Dengan
menerapkan balanced scorecard, akuntan manajemen dapat melakukan lebih
dari memprediksi keuntungan (sebagai bagian dari anggaran) atau memberikan
informasi untuk keputusan tentang harga produk atau membeli peralatan baru. BSC
juga memberikan informasi untuk membantu manajer dan investor menilai seberapa
dekat perusahaan bergerak mencapai berbagai tujuan dan sasarannya. Balanced
scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang menterjemahkan visi dan
strategi organisasi ke dalam tujuan dan ukuran operasional.
Mula-mula BSC
digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal
penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian
berkembang menjadi luas yaitu empat prespektif, yang kemudian digunakan untuk
mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC adalah
suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi
organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat
manajemen yang terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam
mengimplementasikan strategi bisnisnnya. (Widilestari,
2011, hal. 86-87)
Balanced
scorecard terdiri dari
dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced).
Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja
perusahaan. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan di masa depan. Melalui kartu ini skor yang hendak diwujudkan perusahaan
di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil
perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja perusahaan
diukur serta berimbang dari dua aspek keuangan dan non keuangan, jangka pendek
dan jangka panjang, maupun internal dan eksternal.
Keseimbangan (balanced)
disini menunjuk pada adanya kesetimbangan pada perspektif-perpektif yang akan
diukur, yaitu antara perpektif keuangan dan perspektif nonkeuangan sebagai
berikut:
1.
Perspektif
pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaiman customer memandang
perusahaan.
2.
Perspektif
internal, untuk memjawab pertanyaan pada bidang apa perusahaan memiliki
keahlian.
3.
Perspektif
inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan apakah perusahaan mampu
berkelanjutan dan menciptakan value.
4.
Perspektif
keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimana perusahaan memandang pemegang
saham. (Hayati, 2011,
hal. 63)
BSC memiliki
beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional.
Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi
keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat
tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa
hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab
kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri
dari empat perspektif. Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan
strategis adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki
karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3) seimbang dan
(4) terukur. (Widilestari, 2011, hal. 87)
Pengukuran
kinerja perusahaan yang menggunakan pendekatan kinerja tradisional di era
perekonomian saat ini sudah tidak efektif, karena hanya meniali dari segi
keuangan, sedangkan kondisi pada non keuangan belum terpenuhi dan tidak
difokuskan penyebab dan dampaknya untuk kelangsungan perusahaan. Kenyataannya,
kondisi non keuangan yang berkaitan dengan manajemen kinerja pada intern
perusahaan berpengaruh besar pada keuntungan perusahaan, salah satunya
berkaitan dengan kepuasan pelanggan dan loyalitas pegawai dalam suatu proses
bisnis. Kelemahan dari pengukuran kinerja tradisional atau dalam segi kauangan
adalah ketidakmampuannya memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kinerja
perusahaan.
Pengukuran
kinerja yang efektif mampu menilai keseluruhan perspektif dalam perusahaan di
mana pengukuran kinerja tersebut terangkum dalam suatu sistem pengukuran
strategis yakni Balanced Scorecard. Balanced Scorecard (BSC)
merupakan alat manajemen kontemporer yang didesain untuk meningkatkan kemampuan
perusahaan dalam melipatgandakan kinerja keuangan secara berkesinambungan (sustainable
outstanding financial performance). (Solichah, 2015, hal. 2)
Kapla and
Norton (1992) menyatakan bahwa strategi yang berhasil harus mencakup empat
prespektif.
1.
Perspektif
keuangan: menggunakan
ukuran kerja keuangan seperti laba bersih dan pendapatan.
2.
Perspektif
pelanggan:
mempertimbangkan kepuasan pelanggan dan seberapa baik perusahaan bersaing
melawan pesaingnya dalam memenuhi kepuasan pelanggan.
3.
Perspektif
proses bisnis internal:
mempertimbangkan seberapa baik perusahaan mengembangkan, memproduksi, dan
menyerahkan produk dan jasa.
4.
Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan:
mengevaluasi kemampuan karyawan untuk berubah dan melakukan perbaikan diri. (Salman, 2016, hal. 256)
Balanced
Scorecard merupakan
suatu kartu skor yang digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan
oleh seseorang di masa depan, dan untuk mencatat skor hasil kinerja yang
sesungguhnya dicapai oleh seseorang. Berdasarkan pengalaman dalam perusahaan
yang mengimplementasikan balanced scorecard, diketahui bahwa terjadi
perbaikan kinerja perusahaan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena
seluruh karyawan di dalam perusahaan mengerti secara jelas bahwa aktifitas yang
mereka lakukan berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian visi dan misi serta
strategi perusahaan. Atau dengan kata lain bahwa aktifitas strategi telah
menjadi kegiatan seluruh karyawan dalam perusahaan. Sehingga mereka menjadi
satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan dengan suatu hubungan yag
terjadi dalam perusahaan.
Balanced
scorecard memiliki
beberapa kegunaan, yaitu: mengklarifikasi dan menghasilkan konsesus tentang
strategi, menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi
perusahaan, mengaitkan berbagai tujuan strategik dengan sasaran jangka panjang
dan anggaran tahunan, mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif
strategik, mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan
memperbaiki strategi. (Sari, 2015,
hal. 29-30)
Pada dasarnya,
pengembangan Balanced Scorecard baik pada sektor swasta maupun publik
dimaksudkan untuk memberikan kepuasan bagi para pelanggan. Perbedaannya dapat
dilihat dari tujuan maupun pihak-pihak berkepentingan. Penerapan Balanced
Scorecard pada sektor bisnis dimaksudkan untuk meningkatkan persaingan (competitiveness),
sedangkan untuk sektor publik lebih menekankan pada nilai misi dan pencapaian (mission,
value, effectivennes). Dari aspek keuangan, untuk sektor bisnis akan
mengutamakan keuntungan, pertumbuhan dan pangsa pasar, sedangkan sektor publik
dimaksudkan untuk pengukuran produktivitas dan tingkat efisien. (Tillah, 2010, hal. 2-3)
Ada dua
perbedaan yang mendasar antara pengukuran tradisional dengan pendekatan balance
scorecard pada perspektif internal, yaitu pendekatan tradisional lebih
menekankan pada controlling dan melakukan perbaikan terhadap proses yang
ada dengan lebih memfokuskan pada variance reports, sebalinya pada
pendekatan balance scorecard, penekanannya diletakkan pada penciptaan
proses baru yang ditujukan pada customer and financial objectives. (Rivai,
2010, hal. 619)
Sebagai
konsekuensi dari perbedaan antara sistem manajemen tradisional dan sistem
manajemen tradisional semata-mata digunakan sebagai alat pengendalian,
sedangkan pelaporan pada sistem manajemen strategis balance scorecard
digunakan sebagai alat strategis. Perbedaan keduan bentuk sistem manajemen ini
dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Manajemen Tradisional
|
Manajemen Balance Scorecard
|
1.
Pengendalian
melalui anggran.
2.
Berfokus
pada fungsi-fungsi dalam organisasi.
3.
Mengabaikan
pengukuran kinerja atau pengukuran kinerja dilakukan secara terpisah.
4.
Informasi
fungsional tunggal.
|
1.
Umpan-balik
dan pembelajaran.
2.
Berfokus
pada tim fungsional silang.
3.
Pengukuran
kinerja terintegrasi yang dilakukan berdasarkan hubungan sebab-akibat.
4.
Informasi
fungsional silang dan disebarluaskan ke seluruh fungsi dalam organisasi.
|
B.
Sejarah
Perkembangan Balanced Scorecard
Kaplan dan
Norton mulai tahun 1992 mengembangkan konsep pengukuran kinerja yang dikenal
dengan Balanced Scorecard (BSC) sebagi koreksi atas berbagai kelemahan
ukuran kinerja finansial. Konsep balanced scorecard pertama kali
dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam bukunya yang
berjudul Translating Strategy Into Action: The Balanced Scorecard. Pada awal
tahun 2000 balanced scorecard tidak lagi hanya dimanfaatkan oleh seluruh
personel (manajemen dan karyawan) untuk mengelola perusahaan. Balanced
scorecard memberi kerangka yang jelas bagi seluruh personel untuk
menghasilkan kinerja keuangan melalui perwujudan berbagai kinerja non
keuangan. Penggunaan teknologi informasi telah mendukung penerapan balanced
scorecard untuk dikomunikasikan ke seluruh personel, sehingga dapat
dilakukan koordinasi dalam mewujudkan berbagai sasaran strategik perusahaan
yang telah ditetapkan. Balanced scorecard pada tahun 2006 mulai
dikembangkan untuk mengintegrasikan dua metode, yaitu: metode manajemen
strategik berbasis balanced scorecard dan metode pengelolaan kinerja
personel. (Nigrahayu, 2015, hal. 29-30)
C.
Manfaat
dan Keunggulan Balanced Scorecard
Balanced
scorecard memberi
manfaat bagi organisasi dalam beberapa cara:
1.
Menjelaskan
visi organisasi.
2.
Menyelaraskan
organisasi untuk mencapai visi.
3.
Mengintegrasikan
perencanaan strategis dan alokasi sumber daya.
4.
Meningkatkan
efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi yang tepat untuk mengarahkan
perubahan.
Empat
keunggulan yang diperoleh perusahaan dengan menerapkan balanced scorecard
adalah komprehensif, koheren, seimbang, dan terukur.
1.
Komprehensif
( comprehensive)
Sebelum konsep balanced
scorecard lahir, perusahaan beranggapan bahwa perspektif keuangan adalah
perspektif yang paling tepat untuk mengukur kinerja perusahaan. Setelah balanced
scorecard berhasil diterapkan, para eksekutif perusahaan baru menyadari
bahwa perspektif keuangan sesungguhnya merupakan hasil dari tiga perspektif
lainnya, yaitu pelanggan, proses bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Pengukuran yang lebih holistik, luas, dan menyeluruh (komprehensif) ini
berdampak pada perusahaan untuk lebih bijak dalam memilih strategi perusahaan
dan memberikan kemampuan bagi perusahaan itu untuk memasuki area bisnis yang
lebih kompleks.
2.
Koheren
(coherence)
Di dalam balanced
scorecard ada istilah hubungan sebab akibat (causal relationship).
Setiap perspektif (keuangan, customer, proses bisnis, dan
pembelajaran-pertumbuhan) mempunyai tujuan atau sasaran strategis (strategic
objective). Tujuan atau sasaran strategis ini merupakan keadaan atau
kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang yang merupakan penjabaran
dari tujuan perusahaan. Tujuan atau sasaran strategis untuk setiap perspektif
harus dapat dijelaskan dengan hubungan sebab akibat. Misalnya pertumbuhan Return
on Investment (ROI) ditentukan oleh meningkatnya kualitas pelayanan kepada customer,
pelayanan kepada customer bisa ditingkatkan karena perusahaan menerapkan
teknologi informasi yang tepat guna dan keberhasilan penerapan teknologi
informasi ini didukung oleh kompetensi dan komitmen dari karyawan. Hubungan
sebab akibat ini disebut koheren.
3.
Seimbang
(balanced)
Keseimbangan
sasaran strategis yang dihasilkan dalam empat perspektif meliputi sasaran
jangka pendek dan sasaran panjang yang berfokus pada faktor internal dan eksternal.
Keseimbangan dalam balanced scorecard juga tercermin dengan selarasnya scorecard
karyawan dengan scorecard perusahaan sehingga sehingga setiap personal
yang ada di dalam perusahaan bertanggung jawab memajukan perusahaan.
4.
Terukur
(measured)
Dasar pemikiran
bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya keyakinan bahwa ‘if we
can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’
artinya ketika perusahaan dapat mengukur sesuatu, perusahaan dapat mengelolanya
dan jika perusahaan dapat mengelola sesuatu, perusahaan dapat mencapai tujuan
yang diharapkan. Sasaran strategis yang sulit diukur seperti pada perspektif customer,
proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan, melalui balanced
scorecard dapat dikelola karena setiap perspektif dapat ditentukan ukuran
yang tepat.
D.
Evolusi
Pemikiran Balanced Scorecard
Kaplan dan
Norton menjelaskan bahwa BSC digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan.
Kaplan dan Norton memperkenalkan empat perspektif, yaitu perspektif keuangan ,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan. Setelah pemikiran Kaplan dan Norton yang
menjadikan BSC sebagai sistem baru pengukuran kinerja, BSC mengalami evolusi
atau perkembangan pemikiran sampai dengan saat ini. Terdapat tiga pemikiran
penting tentang hasil riset yang menunjukkan adanya perubahan kinerja atau
pemikiran BSC.
Studi pertama
dilakukan Lipe Salteno, studi mereka berdua bertujuan untuk menguji pengaruh
karakteristik BSC (ukuran umum untuk banyak unit versus ukuran unik untuk unit
tertentu) terhadap evaluasi atasan atas kinerja unit. Studi tersebut
menjelaskan bahwa ukuran umum (common work wear division), sedangkan
ukuran unik (unique measures) adalah ukuran BSC yang hanya berlaku untuk
satu divisi saja (rad wear division atau work wear division).
Selanjutnya
riset yang dilakukan oleh Andrew Neely pada tahun 2008. Dari buku yang
ditulis Bob Kaplan dan David Norton yang diterbitkan oleh Harvard Business
Review tahun 1992 dapat diketahui adanya fakta bahwa 30% hingga 60% dari
perusahaan besar AS telah mengadopsi BSC. Penelitian yang dilakukan Andrew
Neely ini bertujuan mengeksplorasi dampak kinerja balanced scorecard
dengan menggunakan desain kuasi-eksperimental. Studi Neely (2008) menggunakan
data laporan keuangan selama tiga tahun dari dua perusahaan besar yang berbasis
di Inggris, dimana perusahaan satu telah menerapkan balanced scorecard
sementara perusahaan yang lain yang belum menerapkan BSC. Perusahaan yang
pertama telah menerapkan BSC mulai Januari 2001 memberikan data sebanyak 122
cabang, sementara perusahaan kedua, terus menggunakan metode tradisional dalam
pelaporan kinerja selama periode penelitian dan data yang disediakan sebanyak
190 cabang. Kedua sekumpulan data tersebut dibandingkan menurut cabang yang
berbasis di lokasi yang sama. Pencocokan dengan lokasi ini memungkinkan
penelitian untuk membandingkan perubahan kinerja organisasi selama masa
penerbitan, sementara mengontrol kondisi ekonomi lokal, berbagai produk, dan
basis pelanggan.
Studi ini
membuat beberapa kontribusi pada literatur BSC dalam pengukuran kinerja. Hasil
studi ini menyediakan beberapa bukti berbasis lapangan yang pertama pada
potensi balanced scorecard perusahaan untuk memberikan informasi yang
berguna pada pengujian strategi dan validasinya. Penelitian sebelumnya telah
mengabaikan peran potensial BSC dan lebih terfokus pada penggunaannya dalam
mengkomunikasikan tujuan strategis karyawan, mengevaluasi kinerja unit bisnis,
dan menyelaraskan insentif karyawan diseluruh unit bisnis dan fungsi. Meskipun
bukti akademik bahwa ukuran kinerja non-keuangan biasanya mengarah ke kinerja
keuangan, hasil studi ini menunjukkan bahwa hubungan antara ukuran kinerja
non-keuangan dan kinerja keuangan tergantung pada karakteristik strategi yang
ditangkap oleh beberapa ukuran seperti telah diuraikan sebelumnya.
Dalam dua puluh
tahun terakhir, Balanced Scorecard (BSC) telah dianggap sebagai sistem
pengukuran kinerja efektif. Dalam dekade terakhir, BSC secara bertahap
terhubung dengan tujuan manajemen strategis dan pengendalian kinerja. Namun,
para ahli masih tidak pasti tentang hubungan sebab akibat antara BSC dan
peningkatan prestasi tujuan atau sasaran strategis dan kinerja.
Setelah
mempelajari konsep dan keunggulan balanced scorecard serta evolusi
konsep atau pemikiran BSC, selanjutnya akan diuraikan secara terperinci
tiapa-tiap perspektif yang dimulai dengan perspektif keuangan, perspektif
pelanggan, perpektif proses bisnis internal, dan perpektif pertumbuhan dan
pembelajaran.
1.
Perspektif
Keuangan
Kebanyakan
bisnis di dunia berorientasi pada perspektif keuangan seperti orientasi pada
laba bersih (net income), arus kas dan memaksimalkan nilai pemegang
saham (shareholders’ value). Fakta ini menunjukkan bahwa balnced
scorecard tidak akan lengkap tanpa mempertimbangkan profitabilitas pemegang
saham. Di setiap organisasi juga membutuhkan keuangan atau keuangan karena
untuk dapat memberikan fasilitas pelayanan, memenangkan pemilu, atau memadamkan
api tentu membutuhkan uang. Meskipun organisasi-organisasi tersebut tidak
berorientasi pada mencari keuntungan dalam hal membeli dan menjual produk,
tetapi tetap saja membutuhkan dan untuk mencapai tujuan mulia mereka. Di sini
dapat disimpulkan bahwa perspektif keuangan berlaku untuk setiap organisasi
tidak memandang apakah entitas tersebut dibentuk dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan atau tidak. Terdapat beberapa contoh ukuran kinerja dari perspektif
keuangan yang bisa digunakan untuk berbagai jenis perusahaan dan organisasi:
a.
Return
on Investment (ROI)
b.
Return
on sales
c.
Return
on asset (ROA)
d.
Laba
bersih
e.
Penjualan
bersih (net sales)
f.
Peringkat
Kredit (credit raiting)
g.
Sumbangan
yang diterima (donations received)
h.
Pendapatan
Berlangganan
i.
Harga
Saham
j.
Profit
per karyawan
2.
Perspektif
Pelanggan
Pelanggan (customer)
merupakan pihak yang secara aktual memberikan pendapatan penjualan kepada
perusahaan. Pada konsep balanced scorecard, perspektif ini dianggap
penting dan krusial bagi strategi perusahaan. Pelanggan yang menyukai bisnis
yang dijalankan perusahaan dan senantiasa membeli produk perusahaan merupakan
kunci bagi pendapatan penjualan dimasa depan. Karena asosiasi yang langsung
antara pelanggan dan penjualan, maka sebagai konsekuensinya perusahaan
hendaknya menjaga dan memperhatikan pelanggan sebagaimana perusahaan
memperhatikan keuntungan mereka.
Perspektif customer
dalam Balanced Scorecard mengidentifikasi karakteristik customer
mereka dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan agar dapat bersaing
dengan pesaing mereka. Segmen yang telah dipilih mencerminkan keberadaan customer
sebagai sumber pendapatan mereka. Dalam prespektif ini, pengukuran dilakukan
dengan lima aspek utama, yaitu:
a.
Pengukuran
pangsa pasar. Pengukuran terhadap besarnya pangsa pasar perusahaan mencerminkan
proporsi bisnis dalam satu area bisnis tertentu yang dinyatakan dalam bentuk
uang, jumlah customer, atau volume yang terjual atas setiap unit produk.
b.
Customer
retention. Pengukuran
dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan
jumlah customer yang saat ini dimiliki oleh perusahaan.
c.
Customer
acquistion. Pengukuran dapat dilakukan melalui persentase jumlah penambahan customer
baru dan perbandingan total penjualan dengan jumlah customer baru yang
ada.
d.
Customer
satisfaction. Pengukuran
terhadap tingkat kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam
teknik di antaranya adalah survei melalui surat (pos), interview melalui
telepon, atau personal interview.
e.
Customer
profitability. Analisis
profitabilitas pelanggan (customer profitability analysis-CPA) dapat
membantu manajer untuk mengidentifikasi individu atau kelompok pelanggan yang
memberikan sumbangan terhadap profitabilitas perusahaan secara keseluruhan. CPA
juga membantu manajer untuk mengembangkan strategi agar memastikan bahwa
pelanggan menerima tingkat perhatian yang sepadan dari perusahaan menjelaskan
bahwa analisis profitabilitas pelanggan adalah suatu pendekatan manajemen biaya
dan manfaat dari melayani pelanggan individu atau sekelompok pelanggan untuk
meningkatkan profitabilitas perusahaan secara keseluruhan.
Terdapat
beberapa contoh ukuran kinerja dari perpektif pelanggan, yaitu:
1)
Hasil
survei pelanggan
2)
Jumlah
pelanggan baru
3)
Waktu
respon untuk pertanyaan pelanggan
4)
Survei
pasar untuk pengakuan merek
5)
Jumlah
keluhan pelanggan
6)
Pangsa
pasar
7)
Produk
kembali sebagai persentase dari penjualan
8)
Persentase
pelanggan tetap
9)
Penjualan
toko yang sama
Seperti pada
semua ukuran pada balanced scorecard, ukuran perspektif pelanggan
seharusnya juga mencerminkan strategi perusahaan terhadap kepuasan pelanggan.
Perusahaan dapat memenuhi kepuasan pelanggan melalui berbagai pilihan dan
tawaran harga yang rendah.
3.
Perspektif
Proses Bisnis Internal
Dalam
perspektif ini, perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan, baik manajer maupun karyawan untuk menciptakan
produk yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi customer dan para
pemegang saham. Dalam perspektif ini, perusahaan berfokus pada tiga proses
bisnis utama, yaitu:
a.
Proses
Inovasi
Dalam proses
penciptaan nilai tambah bagi customer, proses inovasi merupakan salah
satu proses yang penting. Efisiensi dan efektivitas serta ketetapan waktu dari
proses inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses
penciptaan nilai tambah (value added) bagi customer. Secara grafis besar
proses inovasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1) Pengukuran terhadap proses
inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan, (2) Pengukuran terhadap
proses pengembangan produk.
b.
Proses
Operasi
Proses operasi
yang dilakukan oleh tiap-tiap organisasi bisnis lebih menitikberatkan pada
efisiensi proses, konsistensi, dan ketepatan waktu barang dan jasa yang
diberikan kepada customer.
Pada umumnya
siklus atau proses operasi mempunyai langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Pembelian
bahan baku.
2)
Pengeluaran
untuk biaya bahan baku.
3)
Memasukkan
bahan baku ke produksi (work-in-proses).
4)
Penyelesaian
work-in process menjadi persediaan barang jadi.
5)
Penjualan
persediaan barang jadi.
6)
Pengiriman
barang kepada pelanggan.
7)
Penerimaan
pembayaran dari pelanggan.
Untuk memilih
ukuran kinerja dalam perspektif bisnis internal, manajer harus berpikir dan
menyusun strategi tentang aspek-aspek operasi mereka yang paling penting bagi
keberhasilan mereka. Sebagai contoh, sebuah restoran makanan cepat saji mungkin
akan fokus pada seberapa cepat dapat membuat dan menjual produk makanan yang
berbeda atau meminimalkan pembusukan.
4.
Perspektif
Pertumbuhan dan Pembelajaran
Setiap perusahaan
atau organisasi mempunyai banyak hubungan dengan para stakeholder-nya
seperti pemasok, pelanggan, dan kreditur. Hubungan tersebut tidaklah bersifat
statis tetapi senantiasa dinamis atau berubah seiring dengan perubahan
lingkungan eksternal. Oleh karena itu, kemampuan karyawan untuk belajar,
tumbuh, mengantisipasi perubahan, dan bereaksi terhadap lingkungan eksternal
benar-benar penting bagi keberhasilan perusahaan. Karyawan yang termotivasi dan
terlatih mengetahui apa yang terjadi dan cara mengantisipasi perubahan
tersebut.
Perspektif ini
dalam Balnced Scorecard dinamakan dengan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran. Kaplan (1996) mengungkapkan betapa pentingnya organisasi bisnis
untuk terus memperhatikan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan, dan
meningkatkan pengetahuan karyawan karena dengan meningkatnya tingkat
pengetahuan karyawan akan meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk
berpartisipasi dalam pencapaian ukuran ketiga perspektif di atas dan tujuan
perusahaan.
Dalam
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, terdapat tiga dimensi penting yang
harus diperhatikan untuk melakukan pengukuran, yaitu:
a.
Kemampuan
karyawan. Pengukuran
terhadap kemampuan karyawan dilakukan dengan menggunakan tiga faktor berikut,
yaitu pengukuran terhadap kepuasan karyawan, pengukuran terhadap perputaran
karyawan dalam perusahaan, dan pengukuran terhadap produktivitas karyawan.
b.
Kemampuan
Sistem Informasi.
Peningkatan kualitas karyawan dan produktivitas karyawan juga dipengaruhi oleh
kemudahan akses yang diperoleh karyawan terhadap sistem informasi sehingga
karyawan akan memiliki kinerja yang lebih baik.
c.
Motivasi,
Pemberian Wewenang, dan Pembatasan Wewenang Karyawan.
Meskipun
karyawan sudah dibekali dengan akses informasi yang begitu bagus tetapi apabila
karyawan tidak memiliki motivasi untuk meningkatkan kinerjanya maka semua itu
akan sia-sia saja. Sehingga perlu dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan
motivasi karyawan dalam bekerja.
E.
Implementasi
Balanced Scorecard
Langkah pertama
dalam mengimplementasikan Balanced Scorecard adalah team yang telah
disusun melakukan identifikasi data yang diperlukan untuk mengimplementasikan Balanced
Scorecard. Selanjutnya menentukan teknologi informasi yang digunakan untuk
memudahkan proses mengkomunikasikan Balanced Scorecard. Implemetasi dari
balanced scorecard tidak bisa langsung dilakukan pada setiap unit
organisasi secara bersamaan, tetapi harus dilakukan secara bertahap.
Langkah kedua
adalah membangun scorecard secara menyeluruh. Pada awalnya Balanced
Scorecard dibuat pada tingkat organisasi, yang kemudian diterjemahkan
kedalam Balanced Scorecard unit-unit dalam organisasi, diterjemahkan
lagi kedalam Balanced Scorecard departemen, dan yang terakhir adalah Balanced
Scorecard tim atau individu. Pada tahapan ini tim yang terbentuk
mengkomunikasikan inisiatif strategis dan ukuran yang dibutuhkan untuk setiap
perspektif kepada manager dari masing-masing unit organisasi.
Selanjutnya
manager dari setiap unit organisasi berpartisipasi dalam menentukan ukuran dari
setiap proses yang dilakukan oleh unitnya. Pada tahapan ini terjadi pertukaran
informasi dari tim pusat kepada manager unit dan sebaliknya. Langkah ketiga
adalah menggunakan data scorecard untuk evaluasi dan peningkatan. Pada
tahapan ini terjadi arus informasi dari setiap tim atau individu kepada
departemen, yang oleh departemen dilanjutkan ke unit organisasi, yang akhirnya
semua informasi dikumpulkan pada tingkat organisasi.
Pengumpulan
data bisa dilakukan dengan cara melihat catatan manual, melalui survei
menggunakan email, interview terhadap individu atau tim, dan melalui database.
Setelah data-data tersebut terkumpul maka eksekutif melakukan analisa dan
evaluasi atas data tersebut. Dari analisa dan evaluasi ini diputuskan bagaimana
merevisi strategi, inisiatif.
Penggunaan Balanced
Scorecard memberikan manfaat bagi organisasi antara lain meningkatkan
komunikasi antar individu dalam organisasi, manajemen dapat fokus pada proses
organisasi secara keseluruhan, membawa setiap unit dalam organisasi kearah yang
sama yaitu melayani masyarakat, memotivasi pekerja, meningkatkan sistem
penghargaan, dan meningkatkan kepuasan pekerja. Ketidakmampuan organisasi dalam
memilih dan menggunakan ukuran kinerja yang tepat, ketidakmampuan sistem
informasi organisasi yang ada untuk menyediakan data yang diminta, kurangnya
dukungan data yang diminta, kurangnya dukungan dan komitmen dari manajemen, dan
pekerja kurang mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan, merupakan bebrapa
kendala yang harus diperhatikan dalam mengimplementasikan Balanced Scorecard. (Firdaus, 2009, hal. 7-8)
F.
Contoh
Penerapan BSC
Penerapan BSC
dikutip dari artikel yang ditulis oleh Becsky (2011) yang menggambarkan BSC
pada manajemen klub olahraga. Model BSC yang diterapkan manajemen klub olahraga
memfasilitasi realisasi strategi pada tiga level korporat: jumlah scorecard
opsional (pemetaan strategi korporat), perspektif yang dapat diciptakan dalam scorecard,
dan indikator-indikator yang mengendalikan implementasi strategi (atau bagian
dari strategi). Berikut penjelasan masing-masing.
1.
Strategi
Korporat
Dalam kasus
asosiasi olahraga atau klub manajemen olahraga, perspektif strategis yang
paling dinomorsatukan adalah berupaya menampilkan kesuksesan atau keberhasilan
dalam jangka panjang. Tujuan strategis dapat dibagi lebih lanjut atas dasar
beberapa kriteria, dapat menguji bagian-bagian dari strategi dalam kaitannya
dengan jangka waktu (jangka pendek, menengah, dan panjang).
2.
Perspektif
BSC
Perspektif BSC
dari klub olahraga hampir sama dengan kebanyakan scorecard dari
perusahaan pada umumnya yang menghasilkan produk atau menyediakan layanan jasa.
Perspektif BSC bagi klub olahraga juga meliputi perspektif keuangan (financial
perspective), proses internal yang efektif dan terdefinisi dengan jelas,
kebutuhan untuk melakukan pengembangan, atau pengelolaan lingkungan pelanggan (customer
perspective). (Salman, 2016, hal. 256-273)
G.
Konsep
the Balance Scorecard Mengelola Perubahan
The Balanced
Scorecard yang
diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton dalam mengeksekusi strategi menjadi
kenyataan (turning strategy into action) menekankan pentingnya melakukan
perubahan yang drastis dan mendasar menggunakan pendekatan sistem manajemen
baru yang lebih dapat mengatasi hambatan dalam melakukan perubahan. Untuk itu, the
balance scorecard menawarkan suatu sistem manajemen bagi organisasi untuk
mengimplementasikan strategi melalui suatu tahapan. Diawali dengan merumuskan
kembali misi, values, visi, dan strategi, serta menerjemahkan ke dalam baance
scorecard sebagai ukuran sukses secara selaras dan fokus. Selanjutnya
diikuti dengan membangun upaya strategis (strategic initiatives) untuk
diimplementasikan melalui total quality management dan memberdayakan personal
objective, guna mewujudkan strategic outcomes berupa kepuasan
pemegang saham dan pelanggan, proses yang efisien dan efektif, serta pekerja
yang terlatih dan memiliki motivasi. (Hasibuan, 2012, hal. 139-140) .
H.
Konsep
Balanced Scorecard Mengukur Kinerja Organisasi
Kaplan R. dan
Norton D. pada tahun 1990 memimpin penelitian pada beberapa perusahaan yang
menggunakan metode baru mengukur kinerja organisasi. Dari studi tersebut,
diyakini bahwa ukuran kinerja finansial telah tidak efektif dan tidak memberi
dampak pada kemampuan organisasi menciptakan nilai. Dan ditegaskan bahwa ukuran
kinerja, harus mencakup keseluruhan kegiatan organisasi, yang meliputi customer
issues, internal business process, employees activities, dan shareholder
concern.
Kinerja
finansial untuk kepentingan pemegang saham adalah hasil dari kinerja
nonfinansial atau kinerja organisasi memenuhi kepentingan stakeholders,
yaitu terdiri dari pelanggan, karyawan, dan management process untuk
mengoptimalkan potensi dan kemampuan mengeksploitasi sumber daya mengoptimalkan
output. Karena itu, untuk membangun kinerja excellent, perusahaan
perlu memberi perhatian khusus pada pengembangan strategi membangun kemampuan
karyawan, proses internal, dan hubungan pelanggan bagi penciptaan nilai stakeholders. (Hasibuan,
2012, hal. 149-150)
I.
Mengaitkan
Kompensasi dengan Balance Scorecard
Insentif berupa
kompensasi untuk para karyawan, seperti bonus, dapat, dan mungkin harus,
dikaitkan dengan ukuran kinerja balanced scorecard. Namun demikian, hal
ini hanya dapat dilakukan jika organisasi telah berhasil menjalankan scorecard
selama beberapa waktu-mungkin satu tahun atau lebih. Para manajer harus yakin
bahwa ukuran kinerja tersebut dapat diandalkan, masuk akal, dapat dipahami oleh
pihak yang dievaluasi, dan tidak mudah dimanipulasi. Seperti yang disampaikan
oleh Robert Kaplan dan David Norton, pencipta konsep balance scorecard,
“kompensasi merupakan kekuatan yang begitu besar sehingga anda harus cukup
yakin bahwa anda telah memiliki ukuran yang tepat dan data ukuran yang baik
sebelum mencoba mengaitkan.” (Garrison, 2007, hal. 114)
J.
Penggunaan
Balanced Scorecard sebagai Sebuah Sistem Manajemen Strategis
Dalam
perkembangan selanjutnya, balanced scorecard tidak hanya dipakai untu
mengukur kinerja organisasi saja, namun berkembang menjadi inti sistem
manajemen strategi. Lebih dari sekedar pengukuran, balanced scorecard
merupakan sistem manajemen yang memotivasi breakthrough improvement
dalam semua bidang kritis, seperti produk, proses, customer, dan
pengembangan pasar. Ada empat proses managing strategy yang mengkombinasikan
tujuan jangka panjang dana jangka pendek secara optimal meliputi:
1.
Proses
translating the vision (proses menterjemahkan visi). Proses ini membantu
manajer membangun konsensus visi dan strategi organisasi.
2.
Proses
communication and Linking. Proses ini mengajak manajemen
mengkomunikasikan tujuan individu dan departemen, setting tujuan,
menghubungkan reword dengan pengukuran kinerja.
3.
Proses
business planning (perencanaan bisnis). Memungkinkan perusahaan untuk
mengintegrasikan perencanaan bisnis dan keuangan yang meliputi: setting
targets, alokasi sumber daya, pelurusan inisiatif strategy,
penetapan kejadian-kejadian penting.
4.
Proses
feedback and learning (umpan balik dan pembelajaran). Mengartikulasikan
bagian visi, menyiapkan umoan balik strategi, memfasilitasi review dan learning
strategy.
K.
Keunggulan
Balanced Scorecard dari Pengukuran Kinerja Tradisional
Dibandingkan
dengan pengukuran kinerja tradisional yang hanya mengukur kinerja berdasarkan
perspektif keuangan, maka balanced scorecard memiliki beberapa
keunggulan, yaitu:
1.
Merupakan
konsep pengukuran yang komprehensif.
Balanced
scorecard menekankan
pengukuran kinerja tidak hanya pada aspek kuantitatif saja, tetapi juga aspek
kualitatif. Aspek finansial dilengkapi dengan aspek customer, inovasi
dan market development merupakan fokus pengukuran eksternal seperti
laba, dengan ukuran internal seperti pengembangan produk baru. Keseimbangan ini
menunjukkan trade-off yang dilakukan oleh manajer terhadap ukuran-ukuran
tersebut dan mendorong manajer untuk mencapai tujuan mereka dimasa depan tanpa
membuat trade-off diantara kunci-kunci sukses tersebut. Melalui empat
perspektif, balanced scorecard mampu memandang berbagai faktor
lingkungan secara menyeluruh.
2.
Merupakan
konsep yang adaptif dan responsif terhadap perubahan lingkungan bisnis.
Pengukuran aspek keuangan tradisional melaporkan kejadian masa lalu
tanpa menunjukkan cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kinerja masa
depan. Aspek customer, inovasi dan pengembangan, learning
memberikan pedoman terhadap customer yang selalu berubah preferensinya.
3.
Memberikan
fokus terhadap goal menyeluruh perusahaan. (Gunawan, 2011, hal. 48--50)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Balanced
scorecard terdiri dari
dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced).
Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja
perusahaan. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan di masa depan. Melalui kartu ini skor yang hendak diwujudkan
perusahaan di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil
perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja perusahaan
diukur serta berimbang dari dua aspek keuangan dan non keuangan, jangka pendek
dan jangka panjang, maupun internal dan eksternal.
Mula-mula BSC
digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal
penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian
berkembang menjadi luas yaitu empat prespektif, yang kemudian digunakan untuk
mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini pemakalah
buat dengan sesungguhnya, untuk memenuhi tugas mata kuliah akuntansi manajemen
tentang Balanced Scorecard (BSC). Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca dalam menganalisis pengukuran kinerja pada perusahaan.
Pemakalah menyadari masih terdapat banyak kekurangan pada makalah ini baik dari
segi penulisan makalah, kelengkapan isi, data yang disajikan, dan lainnya.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari para pembaca untuk
penulisan makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, D. W. (2009). Membangun
dan Implementasi Balanced Scorecard Pada Sektor Publik. Jurnal Ilmiah
UNIKOM, Vol.9, No.1 , 3-10.
Garrison, R. H. (2007). Akuntansi
Manajemen, Edisi 11 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Gunawan, B. (2011). Balanced
Scorecard: Perspektif Baru Dalam Menilai Kinerja Organisasi. Jurnal
Akuntansi & Investasi Vol.1 No. 1 , 41-51.
Hasibuan, A. (2012). Manajemen
Perubahan. Yogyakarta: CV. ANDI.
Hayati, N. (2011). Implementasi
Balanced Scorecard Pada Pengembangan Sistem Teknologi Informasi. Jurnal
Informasi Vol.4, No. 2 , 61-72.
Nigrahayu, E. R. (2015). Penerapan
Metode Balanced Scorecard Sebagai Tolak Ukur Pengukuran Kinerja Perusahaan. Jurnal
Ilmu & Riset Akuntansi Vol.4 No.10 , 1-16.
Rivai, V. (2010). Manajemen
Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Salman, K. R. (2016). Akuntansi
Manajemen Alat Pengukuran Dan Pengambilan Keputusan Manajerial. Jakarta:
PT.Indeks.
Sari, M. (2015). Analisis Balanced
Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Perusahaan PT. Jamsostek Cabang
Belawan. Jurnal Riset Akuntansi & Bisnis Vol.15, No.1 , 28-42.
Solichah, A. D. (2015). Analisis
Balanced Scorecard Sebagai Sarana Pengukuran Kinerja Perusahaan. Jurnal
Administrasi Bisnis Vol.27 No.1 , 1-10.
Tillah, S. (2010). Analisis
Penilaian Kinerja Organisasi Dengan Menggunakan Konsep Balanced Scorecard
Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Payakumbuh. Jurnal Akuntansi ,
1-13.
Widilestari, C. (2011). Konsep Balanced
Scorecard & Kendala Penerapannya. Jurnal STIE Semarang, Vol 3, No.2
, 86-98.
Do this hack to drop 2 lbs of fat in 8 hours
BalasHapusAt least 160000 women and men are hacking their diet with a simple and secret "liquids hack" to burn 2 lbs each and every night as they sleep.
It's easy and it works on anybody.
This is how you can do it yourself:
1) Go grab a glass and fill it up half the way
2) Proceed to follow this awesome HACK
so you'll be 2 lbs skinnier as soon as tomorrow!